Sumber foto: iStock

Fenomena Menikahi Sahabat di China: Solusi Modern Hadapi Tekanan Sosial atau Pelarian Sementara?

Tanggal: 4 Mei 2025 15:25 wib.
Di tengah perubahan zaman dan tekanan sosial yang semakin kompleks, generasi muda di China mulai mengambil langkah yang tak lazim: menikahi sahabat mereka sendiri. Fenomena ini dikenal dengan istilah friendship marriage atau pernikahan persahabatan, dan menjadi tren yang makin populer dalam beberapa tahun terakhir.

Alih-alih menjalani pernikahan konvensional yang dilandasi cinta dan ketertarikan fisik, pasangan dalam pernikahan ini justru lebih mengedepankan kenyamanan emosional, saling pengertian, serta nilai hidup yang selaras. Mereka sah secara hukum sebagai suami istri, namun tidak terikat pada kewajiban hubungan romantis atau seksual seperti yang lazim terjadi dalam pernikahan tradisional.


Apa Itu Pernikahan Persahabatan?

Pernikahan persahabatan adalah bentuk hubungan yang mengedepankan kerja sama dan kedekatan emosional tanpa keterlibatan cinta romantis maupun hubungan intim. Dalam skema ini, dua sahabat memutuskan untuk hidup bersama, membagi tanggung jawab rumah tangga, berbagi biaya hidup, bahkan membentuk struktur keluarga tanpa harus memenuhi ekspektasi sosial terkait cinta, anak, atau relasi seksual.

Meskipun kedengarannya asing, hubungan semacam ini memberikan ruang bagi individu untuk menjaga otonomi pribadi mereka sambil tetap memperoleh manfaat hukum dan sosial dari status pernikahan. Pasangan dalam pernikahan ini juga memiliki hak untuk menjalin hubungan romantis dengan orang lain di luar pernikahan mereka.


Mengapa Tren Ini Muncul?

Tekanan sosial dan keluarga menjadi pemicu utama munculnya tren ini. Di banyak bagian Asia, termasuk China, norma sosial dan ekspektasi terhadap pernikahan sangat kuat. Para lajang, terutama yang berusia di atas 25 tahun, sering kali menjadi sasaran pertanyaan dan tekanan dari keluarga besar tentang kapan mereka akan menikah.

Menikah dengan sahabat menjadi jalan tengah yang dipilih oleh sebagian orang untuk menghindari intervensi keluarga sekaligus memenuhi tuntutan sosial yang mengharuskan seseorang untuk "menikah tepat waktu".

Salah satu contoh adalah Meilan, perempuan berusia akhir 20-an asal Chongqing, Tiongkok bagian barat daya. Ia menikahi sahabat prianya empat tahun lalu tanpa menggelar resepsi atau menjalani tradisi adat. Keduanya sepakat tidak memiliki anak dan menjalani kehidupan sebagai "pasangan" dalam pengertian administratif, bukan romantis.


Manfaat dan Nilai Praktis

Menurut Meilan, status pernikahan tersebut memberi mereka keuntungan legal seperti hak menjadi wali satu sama lain dalam kondisi darurat medis. Mereka juga dapat mengelola keuangan bersama, termasuk menyisihkan sebagian pendapatan untuk keperluan liburan berdua.

Mereka tidur di kamar terpisah, tidak melakukan hubungan seksual, dan tetap menjaga batasan pribadi di rumah bersama. Meskipun tidak menjalani kehidupan seperti pasangan romantis pada umumnya, mereka merasa cukup nyaman karena pernikahan itu dibangun di atas rasa saling percaya dan pengertian.


Fenomena Global: Tidak Hanya di China

Tren serupa juga terjadi di Jepang, di mana sudah ada agensi khusus yang menawarkan layanan perjodohan untuk pernikahan persahabatan. Klien mereka berasal dari berbagai latar belakang, termasuk individu aseksual, homoseksual, atau bahkan heteroseksual yang kecewa dengan institusi pernikahan tradisional.

Namun, berbeda dengan Jepang yang mulai membuka diri terhadap bentuk pernikahan nonkonvensional ini, masyarakat China cenderung lebih tertutup. Meskipun begitu, pertumbuhan tren ini tetap terasa secara perlahan namun pasti di berbagai kota besar.


Pro dan Kontra Pernikahan Persahabatan

Pan Lian, seorang konsultan hubungan keluarga di Provinsi Hubei, menyampaikan bahwa pernikahan persahabatan bisa menjadi bentuk perlindungan terhadap tekanan sosial yang terlalu berat, sekaligus menjaga kemandirian pribadi para pelakunya. Namun, ia juga mengingatkan bahwa tidak semua orang cocok menjalani hubungan semacam ini.

Menurutnya, hubungan semacam ini rentan terhadap ketidakstabilan karena tidak dibangun atas dasar cinta atau ikatan emosional yang mendalam. Pernikahan ini bisa menjadi solusi sementara, terutama bagi mereka yang ingin menghindari stigma sosial atau mendapatkan perlindungan hukum tertentu. Namun, dalam jangka panjang, hubungan ini berisiko jika tidak didasari komitmen kuat atau tujuan hidup yang selaras.


Masa Depan Tren Ini

Fenomena pernikahan persahabatan mencerminkan perubahan besar dalam cara generasi muda memandang relasi dan institusi pernikahan. Di satu sisi, ini menunjukkan keberanian untuk mendefinisikan ulang konsep “keluarga” berdasarkan kenyamanan dan fleksibilitas. Di sisi lain, ini juga menyoroti betapa besarnya tekanan sosial yang dihadapi individu dalam masyarakat modern, hingga mereka rela menempuh jalan yang tak lazim demi ketenangan hidup.

Jika kondisi sosial seperti harga properti yang tinggi, beban ekonomi, serta tekanan untuk menikah tidak berubah, besar kemungkinan tren ini akan terus berkembang. Namun jika ada perbaikan dalam akses perumahan dan jaminan sosial bagi lajang, minat terhadap pernikahan persahabatan mungkin akan berkurang.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved