Fenomena Malas Menikah di Indonesia, Pemerintah Duga Ini Sebabnya
Tanggal: 1 Nov 2024 06:31 wib.
Fenomena menurunnya minat untuk menikah telah menjadi perhatian serius di Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat adanya penurunan yang signifikan dalam jumlah perkawinan selama enam tahun terakhir.
Bahkan, penurunan yang paling mencolok terjadi dalam tiga tahun terakhir, dengan angka pernikahan yang menyusut hingga 2 juta dari tahun 2021 hingga 2023. Hal ini membuat Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (KPK) Wihaji menduga bahwa alasan utama di balik fenomena ini adalah faktor ekonomi.
Menurut Wihaji, banyak anak muda yang merasa cemas akan masa depan mereka di tengah kondisi ekonomi yang tidak stabil. Mereka khawatir tidak akan mampu memenuhi kebutuhan finansial untuk membesarkan keluarga. Akibatnya, banyak dari mereka cenderung untuk fokus pada membangun karier daripada menikah.
Wihaji mengungkapkan, "Ekonomi sudah ada, tapi belum yakin. Jangan-jangan nanti saya punya anak enggak bisa ini itu, jangan-jangan enggak bisa menyekolahkan, jangan-jangan pas kesehatan ini saya enggak bisa. Jadi ingin survive. Tapi, ke-survive-an ini membuat ketakutan sendiri," seperti yang dikutip dari CNN Indonesia.
Selain itu, Wihaji juga menduga bahwa banyak wanita enggan menikah karena khawatir tidak akan bisa bekerja setelah menikah. Dengan kondisi seperti ini, fenomena menurunnya minat untuk menikah telah menjadi perhatian serius di Indonesia.
Namun, ini bukan masalah yang terjadi hanya di Indonesia. Fenomena yang serupa juga terjadi secara global, di negara-negara lain seperti Korea Selatan dan China. Rilis penelitian dari Statistics Korea menemukan bahwa hanya 27,5 persen wanita muda di Korea Selatan yang bersedia untuk menikah. Hal ini menyiratkan bahwa hanya satu dari empat wanita muda di Korea Selatan yang merencanakan pernikahan.
Di China, gaya hidup lajang juga semakin meluas, yang menunjukkan penurunan minat untuk menikah. Fenomena yang terjadi di kedua negara tersebut juga dirasakan sebagai indikator adanya masalah penurunan populasi, karena banyak individu yang menunda atau bahkan tidak ingin menikah dan memiliki anak karena alasan ekonomi.
Dengan adanya penjelasan dari Menteri KPK Wihaji dan fenomena serupa di negara lain, dapat disimpulkan bahwa penurunan minat untuk menikah tidak hanya berdampak pada aspek individu, tetapi juga merupakan indikator dari masalah struktural yang lebih luas.
Pemerintah perlu melakukan kajian mendalam untuk lebih memahami faktor-faktor apa saja yang mendukung fenomena ini, dan kemudian mengambil langkah-langkah strategis untuk mengatasinya.
Selain itu, perlu adanya peran dari sektor swasta dan masyarakat dalam menciptakan iklim yang mendukung pernikahan, termasuk upaya untuk memberikan rasa percaya diri bagi generasi muda mengenai stabilitas ekonomi serta dukungan untuk kesetaraan gender di tempat kerja. Dengan demikian, fenomena menurunnya minat untuk menikah dapat diatasi secara holistik dengan melibatkan berbagai pihak terkait.