Capek Jadi People Pleaser di Sosmed? Saatnya Kamu Punya Batasan Digital
Tanggal: 17 Apr 2025 09:18 wib.
Di era digital saat ini, sosial media telah menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari kita. Meskipun menyuguhkan banyak manfaat, sering kali kita terjebak dalam pola perilaku "people pleaser" atau menyenangkan orang lain. Terutama di platform sosial media, di mana setiap unggahan atau komentar bisa menarik perhatian dan penilaian dari berbagai pihak. Rasa ingin disukai dan diterima secara sosial memang wajar, namun saatnya kita menyadari bahwa terlalu berusaha menyenangkan orang lain bisa menjadi beban yang menguras energi.
Sosial media sering kali menuntut kita untuk mempresentasikan diri secara "sempurna". Kita terjebak dalam siklus di mana kita merasa perlu memposting konten yang dianggap menarik dan mengesankan oleh orang lain. Hal ini terkadang mengabaikan kebutuhan dan keinginan pribadi kita. Perasaan ingin mendapatkan "like" dan komentar positif sering kali membuat kita mengorbankan waktu, tenaga, bahkan kesehatan mental. Inilah pangkal masalah; merasa "capek" menjadi people pleaser di sosial media.
Rasa lelah ini bukan hanya fisik, tetapi juga emosional. Menghabiskan terlalu banyak waktu mempertimbangkan apa yang akan diposting dan bagaimana orang lain akan menanggapi dapat mengganggu keseimbangan mental kita. Kita mulai membandingkan diri dengan orang lain, terjebak dalam pikiran bahwa kita tidak cukup baik atau menarik jika unggahan kita tidak mendapatkan perhatian yang diinginkan. Inilah mengapa penting untuk mulai memikirkan batasan online.
Batasan online adalah langkah pertama menuju kesehatan mental yang lebih baik di dunia yang didominasi oleh sosial media. Menetapkan batasan dapat membantu kita memisahkan kehidupan nyata dari kehidupan virtual, menciptakan ruang untuk diri kita sendiri. Misalnya, kita bisa memutuskan waktu tertentu untuk menggunakan sosial media atau menentukan jenis konten yang ingin kita konsumsi dan bagikan. Dengan melakukan ini, kita tidak hanya melindungi diri dari stres yang berlebihan, tetapi juga memberi kesempatan bagi diri kita untuk lebih fokus pada hal-hal yang membawa kebahagiaan dan makna.
Dalam perjalanan menuju self-care digital, penting untuk mengenali kapan kita merasa tertekan oleh ekspektasi sosial media. Jika kita merasa terpaksa untuk memposting sesuatu yang tidak mencerminkan diri kita yang sebenarnya, saatnya untuk mundur sejenak dan mengambil napas. Menghargai waktu offline juga bisa menjadi bentuk self-care yang efektif, memberi kita kesempatan untuk terhubung dengan diri sendiri dan orang-orang terdekat tanpa gangguan dari dunia maya.
Melakukan evaluasi terhadap akun sosial media kita juga bisa menjadi langkah penting. Kita bisa mulai dengan membersihkan daftar teman dan mengikuti akun yang memberikan dampak positif dalam hidup kita. Menghindari konten yang merusak mental atau menciptakan perasaan tidak cukup baik adalah cara yang efektif untuk menjaga emosi dan meningkatkan kesehatan mental.
Mungkin kita perlu belajar untuk berkata "tidak" pada beberapa permintaan untuk berbagi atau terlibat dalam diskusi yang tidak sejalan dengan nilai-nilai kita. Menghindari tekanan untuk selalu aktif dan terlihat di sosial media bisa mengurangi beban mental kita. Ingatlah bahwa kesenangan tidak selalu harus datang dari pengakuan orang lain; terkadang, kebahagiaan sejati dapat ditemukan dalam ketenangan dan kejujuran terhadap diri sendiri.
Dengan menetapkan batasan online dan menerapkan konsep self-care digital, kita dapat mengambil kembali kendali atas pengalaman kita di sosial media. Tidak perlu lagi merasa terjebak dalam pola perilaku people pleaser, karena sebenarnya, yang paling penting adalah menjadi diri kita yang autentik, bukan versi yang diharapkan oleh orang lain. Dalam perjalanan ini, penting untuk diingat bahwa kita tidak sendirian merasakan tekanan yang sama, dan sudah saatnya untuk prioritaskan kesehatan mental kita di dunia yang serba digital ini.