Sumber foto: Unsplash

Banyak Pabrik Alas Kaki Tutup Diduga Warga RI yang Mulai Irit Menggunakan Sepatu

Tanggal: 17 Mei 2024 16:09 wib.
Industri alas kaki di Indonesia menghadapi sejumlah tantangan yang menyebabkan pertumbuhannya stagnan, sementara konsumsi masyarakat terhadap produk alas kaki juga mengalami penurunan yang signifikan. Penutupan pabrik PT Sepatu Bata Tbk (BATA) menjadi contoh puncak dari masalah yang dihadapi sektor ini.

Sebelum BATA, beberapa pabrik sepatu juga telah menutup operasi atau merelokasi pabrik mereka dalam upaya untuk mengurangi beban biaya produksi. Direktur Utama PT Panarub Industry, Budiarto Tjandra, menyampaikan kepada CNBC Indonesia bahwa perlambatan ekonomi global menjadi salah satu faktor penyebab penutupan pabrik-pabrik sepatu tersebut. PT Dean Shoes di Karawang, Jawa Barat, misalnya, telah melakukan pemangkasan sebanyak 2.538 karyawan dengan alasan efisiensi perusahaan.

Tjandra juga mengungkapkan bahwa situasi ekonomi global yang belum sepenuhnya pulih, terutama di Amerika Serikat (AS) dan Eropa, telah berdampak negatif terhadap industri alas kaki Indonesia yang mayoritas produknya diekspor ke dua wilayah tersebut. Data dari Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) juga menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi dunia akan melambat pada tahun 2022 dan 2023 karena adanya inflasi yang tinggi, suku bunga yang ketat, dan kondisi politik global seperti perang Rusia-Ukraina.

Kementerian Perdagangan mencatat bahwa ekspor produk alas kaki (HS 64) mengalami penurunan sebesar 16,8% menjadi US$ 6,44 miliar atau sekitar Rp 103,82 triliun (US$ 1=16.125). Angka ini menunjukkan adanya penurunan yang signifikan dan mengkhawatirkan dalam industri ini.

Pertumbuhan industri alas kaki terus stagnan, sementara konsumsi masyarakat terhadap produk tersebut juga mengalami penurunan yang mencolok. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), sektor industri kulit, barang dari kulit, dan alas kaki pada periode dua tahun sebelum pandemi (2018-2019) mencatat pertumbuhan rata-rata sebesar 4,29%. Namun, setelah pandemi, pertumbuhannya hanya sebesar 4,74% untuk dua tahun berikutnya. Bahkan, sebelum pandemi, industri ini mengalami kontraksi sebesar 0,85%, yang kemudian berlanjut di tahun-tahun awal pandemi.

Sementara itu, konsumsi pakaian, alas kaki, dan jasa perawatannya juga terus mengalami penurunan dalam dua tahun terakhir. Pertumbuhan hanya terjadi pada kuartal kedua tahun 2023, yang mengaitkan dengan momen penting seperti Idul Fitri, Idul Adha, dan tahun ajaran baru.

Kondisi ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia cenderung mengurangi belanja produk alas kaki. Penyebab dari penurunan konsumsi ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti penurunan daya beli, perubahan tren fashion, atau pergeseran preferensi konsumen terhadap produk-produk fashion lainnya.

Dengan kondisi ini, diperlukan langkah-langkah inovatif dan strategi pemasaran yang cerdas untuk menarik minat konsumen kembali kepada produk alas kaki. Industri alas kaki juga perlu memperhatikan keberlanjutan dalam pemasaran produk-produk mereka, baik di pasar lokal maupun internasional. Hal ini bisa dilakukan melalui peningkatan kualitas produk, harga yang kompetitif, serta pemasaran yang tepat sasaran.

Selain itu, dalam menghadapi kondisi ekonomi global yang belum stabil, industri alas kaki perlu memperkuat kerjasama dengan pemerintah, baik dalam hal pembinaan industri maupun akses terhadap pasar ekspor. Dukungan dari pemerintah dalam hal kebijakan investasi, perbaikan infrastruktur, dan kemudahan akses ke pasar ekspor akan menjadi kunci bagi kelangsungan industri alas kaki di Indonesia.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved