Sumber foto: iStock

Aplikasi Pinjol Diminta Pasang Peringatan Risiko Tinggi

Tanggal: 8 Sep 2024 14:02 wib.
Layanan pinjaman online (pinjol) yang disediakan oleh perusahaan fintech telah ditegur oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar memberikan peringatan kepada konsumen, mirip dengan tuntutan peringatan yang diberlakukan dalam industri rokok. Kebijakan ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Peraturan tersebut mewajibkan industri rokok untuk menampilkan peringatan berbahaya kepada konsumen. Sementara itu, OJK telah meminta penyelenggara Layanan Pinjam Meminjam Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) untuk memasang peringatan di laman utama website atau aplikasi pinjol.

Peringatan yang dimaksud akan berbunyi, "PERINGATAN: "HATI-HATI, TRANSAKSI INI BERISIKO TINGGI. ANDA DAPAT SAJA MENGALAMI KERUGIAN ATAU KEHILANGAN UANG. JANGAN BERUTANG JIKA TIDAK MEMILIKI KEMAMPUAN MEMBAYAR. PERTIMBANGKAN SECARA BIJAK SEBELUM BERTRANSAKSI", seperti yang tertulis dalam keterangan resmi pada Minggu, 8 September 2024.

Hal ini direspon mengingat besarnya kontribusi generasi Z dan milenial terhadap kredit macet industri fintech. Data per Juli 2024 menunjukkan bahwa tingkat wanprestasi lebih dari 90 hari (TWP90) fintech sebesar 2,53%, mengalami penurunan dari bulan sebelumnya yang mencapai 3,47%. Meskipun mengalami penurunan, peminjam dana berusia 19-34 tahun masih menjadi kontributor terbesar dengan persentase sebesar 37,17% terhadap total TWP90. Masih dalam usia produktif, generasi ini dianggap sebagai calon debitur potensial lembaga keuangan.

Adanya kredit macet pada pinjol dapat berdampak pada nilai skor kredit seseorang. Selain itu, hal ini juga akan menyulitkan seseorang dalam mengajukan pembiayaan dari bank dan lembaga keuangan lainnya, misalnya untuk kebutuhan pembelian rumah dan mobil.

Sementara itu, total pembiayaan pinjol hingga akhir Juli 2024 mengalami pertumbuhan sebesar 23,97% (year on year) menjadi Rp 69,39 triliun. Pertumbuhan ini terjadi lebih lambat dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 26,73% (year on year).

Data yang dirilis juga menunjukkan bahwa hingga Juli 2024, terdapat tujuh dari 147 perusahaan pembiayaan yang belum memenuhi persyaratan modal minimum. Selain itu, masih terdapat 26 dari 98 perusahaan peminjaman uang online atau peer to peer lending (P2P lending) yang belum memenuhi ekuitas minimum sebesar Rp 7,5 miliar sesuai dengan ketentuan POJK 10 tahun 2022 yang mulai berlaku pada 4 Juli 2024.

Selanjutnya, Agusman menjelaskan bahwa OJK terus berupaya mendorong pemenuhan persyaratan tersebut, baik melalui injeksi modal maupun pembatalan izin usaha. Kondisi ini menjadi perhatian karena keberlangsungan industri finansial berbasis teknologi ini perlu diawasi dengan ketat.

Tuntutan pemasangan peringatan risiko tinggi pada aplikasi pinjaman online sejalan dengan upaya perlindungan konsumen dan penyedia layanan finansial. Diharapkan, langkah ini dapat memberikan informasi yang transparan kepada konsumen agar mereka dapat membuat keputusan finansial dengan lebih bijak serta dapat mengurangi risiko kredit macet di kemudian hari. Perlindungan bagi konsumen sangat penting, terutama di tengah perkembangan teknologi yang semakin memudahkan akses terhadap layanan keuangan. Dalam hal ini, regulasi yang dapat menjamin transparansi dan keamanan menjadi sangat krusial untuk memastikan industri pinjaman online dapat beroperasi dengan etika yang baik dan memberikan manfaat yang nyata bagi semua pihak yang terlibat.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved