Apakah Internet Mengubah Cara Kita Membentuk Identitas Diri?
Tanggal: 20 Mei 2025 21:44 wib.
Dulu, membentuk identitas diri itu rasanya lebih sederhana. Kita tahu siapa diri kita dari interaksi langsung dengan keluarga, teman, lingkungan sekolah atau kerja, dan mungkin dari hobi atau minat yang kita tekuni. Identitas kita terbentuk perlahan, melalui pengalaman nyata, trial and error, dan refleksi pribadi. Tapi, coba deh lihat sekarang. Hidup kita, terutama para anak muda, hampir nggak bisa lepas dari internet, khususnya media sosial. Instagram, TikTok, Twitter (sekarang X), Facebook – semua platform ini seolah jadi panggung besar tempat kita "menampilkan" diri. Nah, pertanyaannya, apakah internet ini benar-benar mengubah cara kita membentuk identitas diri? Jawabannya: Jelas iya, dan perubahannya cukup signifikan.
Salah satu dampak paling jelas adalah munculnya konsep identitas digital. Kita punya "diri" yang berbeda di dunia maya dan di dunia nyata. Di media sosial, kita bisa memilih foto mana yang paling bagus, status mana yang paling keren, atau video mana yang bisa bikin kita terlihat paling relatable atau inspiratif. Kita jadi sangat sadar akan citra yang ingin kita proyeksikan ke publik. Bayangkan saja, setiap unggahan, setiap like, setiap komentar, semuanya membentuk narasi tentang siapa kita di mata orang lain. Ini seperti kita sedang membangun sebuah brand pribadi secara online.
Fenomena ini kadang bikin kita terjebak dalam penampilan. Kita cenderung menampilkan sisi terbaik atau yang paling diinginkan, bahkan kalau itu berarti sedikit melebih-lebihkan atau menyembunyikan kekurangan. Ada tekanan untuk selalu terlihat bahagia, sukses, atau keren, karena itulah yang seringkali mendapat validasi dari netizen. Validasi berupa like dan follower ini bisa jadi semacam mata uang sosial, yang secara nggak langsung memengaruhi self-esteem kita. Kalau postingan kita banyak disukai, kita merasa lebih baik. Sebaliknya, kalau sepi respons, bisa jadi merasa kurang berharga. Ini tentu berdampak pada kepribadian kita di dunia nyata, kadang membuat kita jadi lebih self-conscious atau bahkan insecure.
Selain itu, internet juga memberi kita kesempatan untuk mengeksplorasi berbagai identitas dan komunitas yang mungkin nggak kita temukan di lingkungan fisik. Seseorang yang di dunia nyata mungkin pemalu, di internet bisa jadi sangat vokal dan punya banyak teman di forum online tentang hobi tertentu. Atau seseorang bisa mencoba identitas gender atau orientasi seksual yang berbeda secara anonim sebelum berani mengungkapkannya di dunia nyata. Ini bisa jadi pedang bermata dua: di satu sisi, internet memberikan ruang aman untuk bereksperimen dan menemukan diri. Di sisi lain, terkadang juga bisa membuat kita kehilangan pegangan pada siapa diri kita yang sebenarnya, karena terlalu banyak mencoba peran atau identitas yang berbeda.
Internet juga memengaruhi cara kita belajar dan menyerap informasi, yang pada akhirnya ikut membentuk pandangan dunia kita. Dengan mudahnya akses ke berbagai opini, berita, dan pandangan, kita bisa terpapar pada ide-ide yang luas dan beragam. Tapi, ini juga bisa berarti kita cenderung hanya mencari informasi yang mengonfirmasi pandangan kita sendiri (bias konfirmasi), sehingga membentuk identitas yang lebih terpolarisasi atau terisolasi dalam "gelembung" informasi.
Nggak bisa dipungkiri, EfekInternet terhadap pembentukan identitas ini sangat kompleks. Internet memberikan kita platform untuk berekspresi, berinteraksi, dan bahkan bereksperimen dengan diri kita. Tapi di sisi lain, ia juga menciptakan tekanan untuk selalu "sempurna" di depan publik, dan bisa membuat kita terjebak dalam perbandingan sosial yang nggak sehat. Jadi, penting banget nih buat kita semua, terutama yang tumbuh besar di era digital, untuk bisa membedakan antara IdentitasOnline yang kita tampilkan dengan siapa diri kita yang sebenarnya di balik layar. Keseimbangan antara hidup di dunia maya dan dunia nyata, serta kesadaran akan dampak SosialMediaLife terhadap kesehatan mental kita, adalah kunci agar internet bisa jadi alat yang memberdayakan, bukan malah menggerus otentisitas diri.