Sumber foto: Canva

Apa Itu Mental Load dan Mengapa Ibu Rumah Tangga Rentan Mengalaminya?

Tanggal: 19 Jul 2025 08:31 wib.
Di balik rutinitas sehari-hari sebuah rumah tangga, ada beban tak terlihat yang seringkali ditanggung oleh satu pihak, khususnya para ibu rumah tangga. Beban ini bukanlah pekerjaan fisik yang bisa dilihat mata, melainkan mental load. Istilah ini merujuk pada seluruh daftar tugas, perencanaan, dan pengorganisasian tak berujung yang diperlukan untuk mengelola rumah tangga dan keluarga. Ini adalah kerja keras kognitif untuk "mengingat semuanya" dan memastikan "semuanya berjalan", sebuah beban mental yang seringkali tidak disadari oleh pihak lain, bahkan oleh diri sendiri sampai akhirnya merasa kelelahan luar biasa.

Memahami Dimensi Mental Load

Mental load melampaui pekerjaan rumah tangga yang terlihat seperti mencuci piring atau menyetrika. Ini mencakup perencanaan yang lebih luas, seperti:


Mengingat jadwal imunisasi anak dan mengatur janji temu dokter.
Memikirkan menu makanan untuk seminggu ke depan, lalu membuat daftar belanja, dan memastikan bahan-bahannya ada.
Mengingat ulang tahun kerabat dan menyiapkan kado.
Menjadi "kalender hidup" keluarga, tahu kapan tagihan harus dibayar, kapan anak ada ulangan, atau kapan perlu memperbarui perlengkapan sekolah.
Mengatur liburan keluarga, dari mencari destinasi sampai packing barang semua anggota.
Memastikan rumah punya persediaan sabun cuci piring, sampo, dan kebutuhan harian lainnya sebelum habis total.


Semua tugas ini membutuhkan pemikiran, antisipasi, dan seringkali koordinasi dengan pihak lain. Ini bukan tindakan yang selesai sekali, melainkan daftar panjang yang terus-menerus diperbarui dan diproses di kepala. Meskipun tugas-tugas ini tidak selalu dilakukan secara fisik, energi mental yang terkuras untuk mengaturnya sangatlah besar.

Mengapa Ibu Rumah Tangga Lebih Rentan Mengalaminya?

Secara tradisional dan sosiokultural di banyak masyarakat, termasuk Indonesia, peran sebagai "manajer rumah tangga" atau "kepala rumah tangga non-finansial" secara implisit diberikan kepada perempuan, khususnya ibu. Beberapa alasan utama mengapa ibu rumah tangga sangat rentan terhadap mental load antara lain:

Harapan Sosial dan Peran Gender Tradisional: Sejak dulu, ada ekspektasi bahwa urusan rumah tangga dan pengasuhan anak adalah domain utama perempuan. Meskipun kini banyak perempuan yang juga bekerja di luar rumah, ekspektasi ini seringkali tetap melekat pada mereka. Ibu merasa bertanggung jawab penuh atas segala sesuatu yang berkaitan dengan fungsi rumah tangga, dari hal kecil hingga besar. Ini menciptakan tekanan internal untuk memastikan semua berjalan sempurna.

Kurangnya Pembagian Tugas yang Merata: Seringkali, pasangan atau anggota keluarga lain hanya menunggu instruksi untuk bertindak. Mereka mungkin bersedia membantu, tetapi jarang secara proaktif "melihat" apa yang perlu dilakukan atau "mengingat" daftar tugas yang belum selesai. Misalnya, seorang ayah mungkin bersedia mengantar anak ke dokter jika diminta, tetapi ibu lah yang harus mengingat jadwalnya, menelepon klinik, dan menyiapkan segala keperluannya. Ketidakseimbangan ini membuat mental load tetap berada di pundak ibu.

Standar Perfeksionisme Internal: Banyak ibu memiliki standar tinggi untuk pengelolaan rumah dan kesejahteraan keluarga. Mereka merasa harus memastikan semua detail kecil tertangani dengan baik. Standar ini, baik yang datang dari diri sendiri maupun tekanan sosial, dapat memperparah beban mental load, karena mereka merasa tidak boleh ada yang terlewat.

Kurangnya Pengakuan: Karena mental load adalah pekerjaan yang tidak terlihat, seringkali tidak ada apresiasi atau pengakuan atas energi yang terkuras untuk itu. Anggota keluarga lain mungkin hanya melihat hasil akhirnya (misalnya, anak terawat, rumah bersih, makanan tersedia) tanpa menyadari proses perencanaan dan pengorganisasian di baliknya. Kurangnya pengakuan ini bisa membuat ibu merasa tidak dihargai dan sendirian dalam menanggung beban.

Dampak Buruk Mental Load yang Tak Terlihat

Jika tidak diakui dan dikelola dengan baik, mental load dapat menyebabkan berbagai masalah. Pertama, kelelahan fisik dan mental yang kronis. Ibu bisa merasa terus-menerus lelah, kurang tidur, dan mudah marah. Kedua, penurunan kualitas hidup. Waktu untuk diri sendiri (me-time), hobi, atau interaksi sosial bisa sangat berkurang, menyebabkan perasaan terisolasi dan kehilangan identitas diri. Ketiga, ketegangan dalam hubungan. Beban yang tidak seimbang bisa menimbulkan rasa frustrasi, kejengkelan, dan konflik dengan pasangan yang mungkin tidak memahami beratnya mental load ini. Akhirnya, dalam jangka panjang, ini bisa berujung pada burnout atau bahkan masalah kesehatan mental yang lebih serius.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved