Anna Wintour: Ikon Fesyen yang Mengundurkan Diri dari Vogue AS
Tanggal: 30 Jun 2025 10:34 wib.
Dunia mode kini dihadapkan pada momen transformasi yang signifikan setelah Anna Wintour, sosok legendaris yang telah menjadikan Vogue Amerika Serikat sebagai acuan utama dalam industri fesyen selama lebih dari 30 tahun, memutuskan untuk mundur dari jabatannya. Laporan dari The Guardian pada Jumat lalu menyoroti bahwa kepergian Wintour akan meninggalkan kekosongan yang lebih dalam daripada yang ditinggalkan oleh perancang busana atau model terkenal mana pun. Pengaruhnya yang luar biasa membuat Wintour dijuluki sebagai "ratu fesyen", sebuah gelar yang melekat erat padanya berkat tangan dinginnya yang menjadikan majalah tersebut sebagai kiblat tren.
Seperti halnya megabintang seperti Beyoncé dan Madonna, Wintour dikenal hanya dengan nama depannya saja, "Anna". Bahkan, banyak orang merasa terhormat untuk tidak menyapanya secara langsung. Lahir di London pada tahun 1949, perjalanan karir Wintour dimulai pada tahun 1970 sebagai asisten editor fesyen di Harper's & Queen. Karirnya membawanya ke New York pada tahun 1975, di mana ia menjabat sebagai editor fesyen di Harper's Bazaar AS, sebelum akhirnya bergabung dengan Vogue pada 1983.
Sejak dipercaya sebagai pemimpin redaksi Vogue pada 1988, Wintour berhasil mengubah majalah ini menjadi salah satu publikasi fesyen paling berpengaruh di dunia. Dia dikenal karena ketajaman visinya dalam menghubungkan dunia mode dengan budaya populer, menjadikan sampul Vogue sebagai "gerbang kekuasaan" yang memberikan "kekuatan lunak" bagi banyak selebriti. Gaya kepemimpinannya yang tegas dan berani sering kali dibandingkan dengan seorang komandan militer, mengingat keputusannya yang cepat dan standard tinggi yang tak bisa ditawar.
Bagi mereka yang pernah menonton film "The Devil Wears Prada", Anda pasti tidak asing dengan perjalanan Andy Sachs (diperankan oleh Anne Hathaway) saat berjuang sebagai asisten dari Miranda Priestly, sosok yang terinspirasi dari Anna Wintour. Film tersebut diadaptasi dari novel karya Lauren Weisberger, yang mencatat pengalamannya bekerja sebagai asisten Wintour. Menariknya, saat Weisberger bekerja di tahun 1999, Wintour tidak menggunakan komputer, sehingga semua pekerjaan administrasi dilakukan oleh asisten-asistennya, yang membuat suasana kantor terasa seperti dalam keadaan darurat.
Anna Wintour yang ikonis, dengan potongan rambut bob yang mengilap dan kacamata hitam berbingkai besar, selalu terlihat elegan, dan kehadirannya di acara-peragaan busana sangat dinanti-nanti, karena ia selalu duduk di barisan depan untuk mendapatkan panorama terbaik. Namun, di balik citra tangguhnya sebagai pemimpin dunia mode, dia juga merupakan seorang ibu yang penuh kasih. Putrinya, Bee, yang juga terjun ke dunia teater, pernah menjelaskan betapa ibunya sangat mengutamakan etos kerja dan kemampuan belajar. Sebagai contoh, saat menghadiri gala Vogue, Anna pernah meminta tamu di sebelah Bee untuk menguji pengetahuan putrinya tentang sejarah Amerika Latin, hanya karena Bee harus siap menghadapi ujian keesokan harinya.
Anna Wintour juga dikenal sebagai penggemar tenis. Saking cintanya terhadap olahraga ini, ia tidak ragu untuk melewatkan beberapa acara fesyen demi menyaksikan turnamen tenis di Amerika Serikat. Di awal harinya, ia bangun pukul 4.30 pagi untuk bermain tenis selama sekitar satu jam, sebelum menyiapkan rambut ikonisnya pada pukul 6.00 pagi. Menurut laman WWD, pada 26 Juni lalu, perempuan berusia 75 tahun ini akan tetap berada dalam struktur organisasi Condé Nast, grup yang menaungi Vogue, sebagai kepala bagian konten dan direktur editorial global untuk Vogue. Posisi baru yang akan menggantikan dirinya di puncak majalah mode Amerika ini akan dikenal dengan nama "Kepala Konten Editorial".