Alasan Warga RI Ramai-Ramai Migrasi ke Rokok Murah
Tanggal: 27 Jul 2024 12:59 wib.
Perokok Indonesia kini mulai beralih ke rokok murah, yang dikenal sebagai downtrading. Data ini diungkap oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan. Hal ini disebabkan oleh kebijakan tarif cukai hasil tembakau yang terus naik dari tahun ke tahun.
Menurut Direktur Jenderal Bea Cukai, Askolani, "Downtrading itu memang faktor dari kebijakan tarif selama ini." Hal ini dikatakan dalam kerangka komentar di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, dikutip dari Sabtu, (27/7/2024).
Meskipun demikian, Askolani menegaskan bahwa Bea Cukai akan melakukan pengawasan terhadap perubahan ini. Menurutnya, downtrading harus terjadi secara alami, dan bukan sebagai akal-akalan produsen untuk menghindari tarif cukai yang sesuai dengan peraturan.
"Downtrading kalau itu memang murni ekonomi tidak bisa kita lawan, tapi itu dengan kemudian melakukan yang tidak pas, salah personifikasi, salah peruntukan itu yang akan kami tindak," ujar Askolani.
Selain melakukan pengawasan, Askolani menyatakan bahwa Bea Cukai akan menggunakan fenomena downtrading ini untuk menciptakan aturan yang lebih tepat di masa depan. "Itu jadi masukan untuk tarif ke depan, nanti kita lihat lagi untuk persiapan tahun depan kaya gimana," katanya.
Sebelumnya, dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR tentang Laporan Semester 1, Menteri Keuangan Sri Mulyani melaporkan bahwa penerimaan cukai tembakau mengalami kontraksi selama dua tahun berturut-turut. Ini disebabkan banyak produsen rokok yang turun ke kelompok 3 dengan tarif yang lebih murah.
Namun, Sri Mulyani menegaskan bahwa penurunan tersebut sesuai dengan tujuan penetapan cukai rokok, yakni untuk mengendalikan konsumsi tembakau. "Untuk cukai, karena memang kita lakukan pengendalian produksi rokok, ya memang ini dampak yang diharapkan," tambahnya.
Jumlah perokok yang beralih ke rokok murah di Indonesia semakin meningkat. Hal ini menjadi perhatian serius tidak hanya bagi pemerintah tetapi juga bagi otoritas pajak terkait.
Pada dasarnya, perpindahan konsumen dari rokok mahal ke rokok murah ini disebabkan oleh kebijakan tarif cukai hasil tembakau yang naik secara konsisten setiap tahunnya. Hal ini memiliki dampak signifikan terhadap kebijakan perpajakan dan kesehatan masyarakat.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan telah mengakui bahwa downtrading menjadi faktor utama dari kebijakan tarif cukai yang diterapkan. Hal ini disampaikan oleh Direktur Jenderal Bea Cukai, Askolani, yang menegaskan bahwa downtrading harus terjadi tanpa campur tangan pihak produsen untuk menghindari tarif cukai yang benar.
Meskipun impor rokok murah menjadi pilihan ekonomis bagi beberapa masyarakat Indonesia, hal ini menimbulkan keprihatinan akan aspek kesehatan masyarakat. Downtrading tersebut, meskipun bersifat alami, pada akhirnya berpotensi merugikan bagi kesehatan masyarakat secara keseluruhan.
Dalam konteks ini, pemerintah berperan penting untuk melakukan pengawasan yang ketat terhadap perubahan perilaku konsumen rokok. Direktorat Jenderal Bea Cukai menyatakan bahwa mereka akan menggunakan fenomena downtrading ini sebagai masukan untuk membuat aturan yang lebih sesuai, terutama dalam hal penetapan tarif cukai ke depannya. Penetapan tarif yang tepat dapat menjadi salah satu solusi untuk mengendalikan konsumsi tembakau sekaligus meminimalisir dampak negatif dari downtrading.
Laporan Menteri Keuangan Sri Mulyani tentang penurunan penerimaan cukai tembakau dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR menunjukkan bahwa adanya perubahan perilaku konsumen rokok dari segmen rokok mahal ke rokok murah berdampak langsung pada penerimaan negara. Namun demikian, penurunan tersebut masih merupakan dampak yang diharapkan sesuai dengan tujuan penetapan cukai rokok, yaitu untuk mengendalikan konsumsi tembakau.
Selain itu, kontraksi penerimaan cukai tembakau yang terjadi seiring dengan penurunan konsumsi rokok mahal juga menunjukkan adanya efektivitas dari kebijakan penetapan tarif cukai dalam mengendalikan produksi dan konsumsi rokok. Meskipun penurunan tersebut dapat mengganggu penerimaan negara dalam jangka pendek, namun pada prinsipnya, kebijakan tersebut diharapkan mampu memberikan dampak positif dalam jangka panjang terutama dalam upaya mengurangi konsumsi rokok dimasyarakat.