Sumber foto: iStock

Alasan Rakyat Korea Selatan & Hong Kong Banyak yang Pindah Agama

Tanggal: 24 Jun 2024 18:48 wib.
Pindah keyakinan atau agama merupakan hal yang sensitif bagi setiap orang. Terlepas itu, ada alasan tersendiri mengapa mereka meninggalkan kepercayaan lamanya.

Baru-baru ini, sebuah studi terbaru dari lembaga penelitian Amerika Serikat, Pew Research Center menemukan bahwa negara-negara di Asia Timur memiliki warga dengan tingkat tertinggi di dunia yang keluar dan berpindah agama. Hal ini menarik untuk dikaji lebih lanjut mengingat tingginya persentase perpindahan agama di wilayah tersebut.

Survei ini menangkap bahwa lebih dari 10.000 orang mengatakan bahwa mereka sekarang memiliki identitas agama yang berbeda dengan agama yang mereka anut saat dibesarkan. Menurut data yang dikutip dari www.detik.com, Hong Kong dan Korea Selatan menduduki peringkat teratas, dengan 53% responden di masing-masing negara mengatakan bahwa mereka telah mengubah agama mereka, termasuk benar-benar meninggalkan agama. Persentase yang cukup tinggi ini merupakan fenomena menarik yang perlu lebih didalami.

Di samping itu, di Taiwan, 42% orang telah berpindah agama dan di Jepang sebanyak 32%. Dalam perbandingan yang menarik, survei tahun 2017 di Eropa mengungkapkan bahwa tidak satupun negara di benua ini yang punya tingkat perpindahan agama melebihi 40%. Hal ini menunjukkan bahwa perpindahan agama tampaknya lebih umum terjadi di wilayah Asia Timur daripada di Eropa.

Lebih lanjut, data dari Amerika Serikat juga menarik perhatian, dimana survei tahun lalu menunjukkan bahwa hanya 28% orang dewasa yang mengaku tidak lagi mengidentifikasi diri mereka dengan agama yang mereka anut sewaktu kanak-kanak. Angka ini menunjukkan bahwa perpindahan agama tidak hanya terjadi di Asia Timur, tetapi juga di negara-negara lain di dunia.

Survei Pew Research Center juga mengungkapkan fakta yang mengejutkan bahwa 19% responden yang dibesarkan sebagai penganut Kristen di Korea Selatan telah meninggalkan agama itu, sedangkan di Hong Kong, jumlahnya mencapai 17%. Selain itu, bukan hanya agama Kristen yang kehilangan penganut di Korea Selatan, sebanyak 20% orang yang dibesarkan sebagai penganut agama Buddha di negara tersebut juga telah pindah agama. Di Hong Kong dan Jepang, jumlahnya masing-masing mencapai 17%. Hal ini menunjukkan bahwa perpindahan agama tidak hanya terjadi antar agama yang berbeda, tetapi juga di dalam agama yang sama.

Sementara itu, di Korea Selatan, terdapat peningkatan jumlah penganut agama Kristen sebesar 12%, sedangkan agama Buddha mengalami peningkatan pengikut sebesar 5%. Di Hong Kong, agama Kristen dan Buddha masing-masing mengalami kenaikan penganut sebesar 9% dan 4%. Hal ini menunjukkan bahwa sementara ada yang meninggalkan agama, ada juga yang memilih untuk memeluk agama baru. Hal ini menunjukkan dinamika yang kompleks di dalam kehidupan beragama masyarakat Asia Timur.

Lebih mengejutkan lagi, kelompok terbesar di antara mereka yang mengubah identitas agama adalah orang-orang yang tidak memeluk agama apa pun. Jumlahnya di negara-negara Asia Timur lebih tinggi daripada di belahan dunia lainnya. Sebanyak 37% orang di Hong Kong dan 35% orang di Korea Selatan mengatakan bahwa ini merupakan proses pencarian mereka, dibandingkan dengan 30% di Norwegia atau 20% di Amerika Serikat. Hal ini menunjukkan bahwa agama tidak lagi menjadi hal yang dominan dalam kehidupan masyarakat, dan banyak individu yang memilih untuk tidak memiliki afiliasi agama tertentu.

Dari semua negara yang disurvei, lebih dari separuh orang yang tidak memeluk agama, mengatakan telah mengambil bagian dalam ritual untuk menghormati nenek moyang mereka dalam 12 bulan terakhir. Sebagian besar orang yang disurvei di seluruh wilayah mengatakan bahwa mereka percaya pada Tuhan/Dewa-dewa atau makhluk gaib. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun individu tidak memiliki afiliasi agama tertentu, mereka masih memiliki kepercayaan spiritual yang kuat.

Semua ini tidak mengejutkan bagi Dr Se-Woong Koo, yang merupakan seorang ahli studi agama. Berbicara kepada BBC dari Seoul, ia mengatakan bahwa kemampuan untuk mengambil bagian dari agama-agama yang berbeda selaras dengan sejarah wilayah tersebut. Menurutnya, lebih dari sekadar afiliasi agama, masyarakat Asia Timur cenderung memiliki toleransi yang tinggi terhadap berbagai keyakinan dan tradisi agama.

Menariknya, Dr. Koo juga menekankan bahwa secara historis, di Asia Timur tidak terlalu fokus pada apa yang bisa disebut sebagai identitas agama yang eksklusif. Ia mencontohkan bahwa seseorang yang berkeyakinan Tao, bukan berarti tidak bisa menjadi pengikut Buddha pada saat yang sama, atau pengikut Konghucu. Batas-batas ini jauh lebih tidak jelas sebagaimana di Barat. Konsep ini menunjukkan bahwa perpindahan agama atau bahkan masyarakat yang tidak memeluk agama tertentu merupakan bagian dari sejarah dan nilai-nilai dalam kehidupan beragama di Asia Timur.

Sejarah dan budaya Asia Timur menunjukkan bahwa kemampuan untuk memiliki berbagai identitas dan tradisi adalah sesuatu yang tidak pernah benar-benar hilang di wilayah ini. Sejak abad ke-19, setelah terjadi peningkatan interaksi dengan orang-orang Barat, konsep agama seperti yang kita pahami saat ini dibawa ke Asia Timur. Namun, kemampuan untuk memiliki berbagai identitas dan tradisi adalah sesuatu yang tidak pernah benar-benar hilang di wilayah ini. Hal ini memperkuat gagasan bahwa perpindahan agama dan pluralitas agama memiliki akar yang kuat dalam budaya dan sejarah Asia Timur.

 
Copyright © Tampang.com
All rights reserved