Sumber foto: iStock

Alasan Generasi Z di China Memilih "Hermes" Tanpa Logo

Tanggal: 16 Sep 2024 06:52 wib.
Seiring dengan pertumbuhan industri fashion, terutama di negara-negara maju seperti China, permintaan terhadap barang fashion mewah semakin meningkat. Namun, terdapat tren menarik di kalangan generasi Z di China, yang mulai memilih "dupe" atau barang tiruan dari merek-merek ternama tanpa label atau logo, seperti Hermes International SCA. Fenomena ini muncul sebagai ekspresi penolakan terhadap merek dan label terkenal yang sebelumnya sangat diidolakan oleh konsumen China.

Fenomena "dupe" atau "pingti" ini mencerminkan perubahan perilaku belanja di kalangan generasi muda China. Mereka lebih memilih untuk membeli produk-produk fashion dengan harga yang lebih terjangkau namun menawarkan kualitas yang relatif tinggi, meskipun tanpa logo yang mengidentifikasi merek tersebut.

Berdasarkan data dari firma analitik Hangzhou Zhiyi Technology Co., tercatat bahwa penjualan produk dupe mengalami pertumbuhan yang signifikan dalam kurun waktu 12 bulan hingga bulan Juli. Sebaliknya, beberapa merek asing yang menjadi sasaran produk dupe mengalami pertumbuhan yang lebih lambat atau bahkan mengalami penurunan penjualan di platform-platform e-commerce dominan China, seperti Taobao dan Tmall milik Alibaba Group Holding Ltd.

Fenomena ini dapat diartikan sebagai respons terhadap kondisi ekonomi yang tidak stabil, di mana konsumen China lebih memilih mencari nilai yang lebih baik dalam setiap pembelian yang mereka lakukan. Dalam situasi di mana ketidakpastian ekonomi mengancam kestabilan keuangan, keputusan konsumen untuk mencari alternatif lebih murah menjadi cerminan dari perubahan perilaku belanja yang lebih rasional.

Perusahaan lokal di China mulai menawarkan produk-produk fashion dengan kualitas yang dijanjikan setara dengan merek-merek ternama, namun dengan harga yang lebih terjangkau. Hal ini tidak hanya mempengaruhi penjualan merek asing, tetapi juga dapat menjadi ancaman serius bagi pertumbuhan industri barang mewah di China.

Menurut laporan konsultan Yaok Group, fenomena produk dupe ini dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap industri barang mewah di China. Seiring dengan merek-merek lokal yang semakin diterima oleh konsumen, eksklusivitas dan citra prestisius dari merek-merek internasional dapat tergerus, yang berpotensi berdampak negatif pada pertumbuhan industri ini di masa depan.

Dampak dari fenomena produk dupe ini juga terasa di sektor barang mewah, di mana produk-produk dengan kualitas serupa namun tanpa branding atau logo merek mewah semakin mengancam pertumbuhan merek-merek internasional di China. Sejumlah produsen lokal bahkan mengklaim bahwa produk-produk mereka memiliki kualitas yang hampir identik dengan produk merek-merek mewah, namun dengan harga yang jauh lebih terjangkau.

Kemunculan "pingti" atau produk dupe ini juga memberikan sinyal bahwa konsumen China mulai beralih dari citra status dan prestise yang diasosiasikan dengan merek-merek mewah. Mereka lebih cenderung untuk melakukan pembelian yang lebih rasional dan mencari nilai yang sebanding dengan harga yang mereka bayar. Hal ini menjadi pertanda bagi merek-merek untuk menyesuaikan strategi pemasaran dan penetrasi pasar di China, agar tetap relevan di mata konsumen generasi Z.

Pemahaman lebih mendalam terhadap tren belanja generasi Z di China akan menjadi kunci bagi merek-merek fashion internasional untuk tetap kompetitif dalam pasar yang semakin beragam dan dinamis. Perubahan perilaku dan preferensi konsumen memerlukan inovasi yang terus-menerus, tidak hanya dalam hal produk, tetapi juga dalam hal strategi pemasaran dan branding. Merek-merek fashion perlu fokus untuk memahami kebutuhan dan nilai yang diinginkan oleh generasi Z, yang tidak hanya mencerminkan perubahan dalam gaya hidup, tetapi juga nilai-nilai sosial dan ekonomi yang berkembang di kalangan muda China.

Dalam menghadapi fenomena produk dupe di China, merek-merek fashion internasional perlu melakukan evaluasi mendalam terhadap strategi pemasaran dan distribusi mereka di pasar China. Penggunaan teknologi dan platform e-commerce yang populer di China, serta pemahaman yang mendalam terhadap perilaku konsumen adalah langkah kunci dalam memenangkan persaingan di pasar fashion yang semakin kompetitif tersebut.

Sebagai contoh, Uniqlo milik Fast Retailing Co. telah mengamati "seperangkat nilai konsumen yang baru" di China, di mana konsumen lebih cenderung untuk mencari alternatif yang terjangkau dan tetap memberikan kualitas yang baik. Hal ini menjadi bagian dari kebutuhan merek-merek fashion internasional untuk beradaptasi dengan perubahan pasar yang dinamis dan perkembangan pola belanja konsumen.

Tren produk dupe di China juga menjadi perhatian bagi merek-merek internasional di sektor fashion. Perluasan akses dan penetrasi pasar secara lebih luas, serta melakukan inovasi yang cerdas dalam hal produk dan harga akan menjadi kunci dalam mempertahankan pertumbuhan merek-merek fashiondi China.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved