Sumber foto: Pinterest

“Aesthetic Pressure”: Semua Harus Instagramable?

Tanggal: 24 Apr 2025 08:37 wib.
Dalam era digital yang semakin maju, tekanan estetika menjadi salah satu fenomena yang kian berkembang, terutama di kalangan pengguna media sosial. Istilah "Aesthetic Pressure" merujuk pada keharusan untuk memenuhi standar visual yang sering kali tidak realistis, yang ditetapkan oleh berbagai platform media sosial seperti Instagram, TikTok, dan Pinterest. Sebuah foto atau video yang dibagikan di platform-platform ini tidak hanya berfungsi sebagai pengingat momen, tetapi juga sebagai alat pencitraan yang mencerminkan identitas dan status sosial seseorang.

Tekanan estetika ini bisa sangat merugikan, terutama bagi para generasi muda yang tumbuh dengan pemahaman bahwa penampilan fisik dan keindahan visual adalah segalanya. Media sosial menawarkan sebuah dunia di mana kebahagiaan sering kali diwakili oleh gambar-gambar sempurna yang dihiasi dengan filter dan pengeditan digital. Ini menciptakan ilusi bahwa kebahagiaan dan kesuksesan secara langsung berkaitan dengan cara seseorang tampil di dunia maya. Kecenderungan ini dapat mengarah pada perasaan cemas, rendah diri, dan bahkan depresi ketika individu merasa bahwa mereka tidak dapat memenuhi standar yang telah ditetapkan.

Salah satu dampak besar dari tekanan estetika di media sosial adalah pergeseran dalam cara kita melihat diri kita sendiri. Banyak orang menghabiskan berjam-jam untuk merancang tampilan mereka, memikirkan pose yang tepat, dan mencari filter ideal untuk foto mereka. Pencitraan menjadi kunci utama dalam kehidupan hari ini; orang cenderung lebih menilai kualitas hidup seseorang berdasarkan konten visual yang mereka sajikan. Akibatnya, momen-momen berharga terkadang lebih diprioritaskan untuk keperluan konten daripada kepuasan emosional sesungguhnya.

Lebih jauh lagi, tekanan ini juga memengaruhi industri fashion dan kecantikan. Banyak merek kini menciptakan produk yang tidak hanya berfungsi secara fisik tetapi juga menonjolkan aspek visual di media sosial. Produk-produk ini sering kali dirancang untuk menarik perhatian dan menciptakan buzz di internet, sementara kualitas atau nilai guna produk itu sendiri bisa jadi terabaikan. Hal ini menciptakan siklus di mana konsumen terus mencari barang dan jasa yang sesuai dengan estetika media sosial, bukan berdasarkan kebutuhan pribadi mereka.

Namun, fenomena ini tidak selalu negatif. Dalam beberapa kasus, tekanan estetika dapat memotivasi individu untuk lebih kreatif dan meningkatkan keterampilan mereka dalam bidang fotografi, desain, dan seni. Banyak orang mulai menjadikan hobi dan minat mereka sebagai bisnis melalui media sosial. Jika digunakan dengan bijak, media sosial bisa menjadi platform yang mendukung perkembangan bakat dan kreativitas seseorang.

Meski demikian, tantangan untuk menjaga keseimbangan antara pencitraan dan kenyataan tetap ada. Penting bagi pengguna media sosial untuk menyadari bahwa apa yang mereka lihat tidak selalu mencerminkan kenyataan. Kesadaran akan keterbatasan dan realitas di balik setiap gambar dapat membantu mengurangi beban tekanan estetika. Dengan memahami bahwa setiap orang memiliki perjalanan dan tantangan masing-masing, kita bisa mengurangi rasa kompetisi yang tidak perlu.

Seiring berkembangnya zaman, ada harapan bahwa masyarakat akan lebih mengenali dan menghargai keautentikan dan keragaman yang ada. Media sosial, sebagai alat untuk berbagi informasi dan pengalaman, seharusnya bisa digunakan untuk mempromosikan kejujuran dan keberagaman, bukan hanya mencapai standar estetika yang sering kali tidak realistis. Dengan cara ini, diharapkan tekanan estetika bisa diminimalisir, dengan memberikan ruang yang lebih besar bagi keunikan dan keaslian setiap individu.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved