Sumber foto: iStock

5 Rahasia Harvard untuk Mengasah Otak Anak Sejak Dini: Jangan Salah Langkah!

Tanggal: 17 Mei 2025 14:22 wib.
Membesarkan anak yang cerdas dan penuh potensi bukanlah tugas mudah. Dibutuhkan kesabaran, ketekunan, dan strategi pengasuhan yang tepat untuk memastikan perkembangan otaknya berjalan optimal sejak usia dini. Hal ini penting, karena masa kanak-kanak adalah periode emas dalam pembentukan jaringan otak yang memengaruhi kemampuan belajar, berpikir, dan beradaptasi di masa depan.

Lisa Feldman Barrett, seorang ahli saraf dan psikologi dari Harvard University, membagikan lima pendekatan ilmiah yang dapat diterapkan oleh orang tua untuk membantu mengoptimalkan kecerdasan dan perkembangan mental anak. Tips-tips ini tidak hanya berdasar pengalaman, tapi juga sudah diperkuat oleh hasil riset terkini dalam bidang neurologi dan psikologi perkembangan.

Berikut adalah kelima strategi tersebut yang bisa mulai diterapkan orang tua sejak dini:


1. Biarkan Anak Mengeksplorasi Minatnya Sendiri

Kesalahan umum yang masih sering dilakukan orang tua adalah mencoba “mengatur” arah masa depan anak, termasuk memaksakan minat tertentu agar sesuai harapan. Padahal, setiap anak memiliki keunikan tersendiri, termasuk dalam hal ketertarikan dan bakat alami. Memaksakan anak untuk menekuni sesuatu yang bukan pilihannya justru bisa mematikan potensi aslinya.

Lisa menyarankan agar orang tua mengadopsi pendekatan seperti seorang tukang kebun: memahami "jenis tanaman" apa yang mereka miliki, lalu menyediakan "tanah" yang cocok agar anak dapat tumbuh optimal. Artinya, biarkan anak mencoba berbagai aktivitas dan kenalkan mereka pada berbagai peluang. Seiring waktu, anak akan menemukan minat sejatinya, dan di sinilah orang tua berperan menyediakan dukungan penuh.


2. Perkaya Perbendaharaan Kosakata Anak

Memberikan anak paparan bahasa yang beragam sejak dini merupakan fondasi penting untuk perkembangan otak. Dalam sebuah studi berjudul Linking Language and Cognition in Infancy, ditemukan bahwa anak-anak usia beberapa bulan memang belum mengerti arti dari banyak kata. Namun, pendengaran mereka sudah mulai membentuk koneksi saraf yang berkaitan dengan bahasa.

Mengajarkan berbagai kosakata, termasuk kata-kata yang menggambarkan emosi seperti senang, sedih, atau marah, bisa membantu anak mengenali perasaannya sendiri. Anak yang mampu mengidentifikasi dan menamai emosinya cenderung lebih mampu mengatur perilaku dan berempati terhadap orang lain.


3. Biasakan Memberikan Penjelasan pada Anak

Anak-anak memiliki rasa ingin tahu yang besar, dan mereka belajar banyak dari penjelasan yang diberikan orang tuanya. Daripada memberikan label langsung atas suatu tindakan – misalnya menyebut seseorang “pembohong” – orang tua sebaiknya menjelaskan alasan atau latar belakang dari tindakan tersebut. Misalnya, “Dia mungkin berbohong karena takut dimarahi.”

Dengan memberi penjelasan semacam ini, anak tidak hanya memahami kejadian secara lebih mendalam, tapi juga mulai membangun konsep berpikir kritis. Mereka belajar bahwa setiap tindakan memiliki konteks dan alasan, serta mulai mengembangkan kemampuan refleksi diri yang penting untuk masa depan.


4. Libatkan Anak dalam Aktivitas Orang Tua

Anak-anak adalah peniru ulung. Mereka belajar banyak dari mengamati dan menirukan perilaku orang tua sehari-hari. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk memberikan contoh perilaku positif yang bisa ditiru.

Contoh konkret yang bisa dilakukan adalah melibatkan anak dalam kegiatan rumah tangga sederhana, seperti menyapu, menyiram tanaman, atau membersihkan meja. Memberikan anak sapu kecil atau alat bantu lainnya akan membuat mereka merasa dihargai dan penting. Kegiatan ini tidak hanya membangun kebiasaan baik, tetapi juga memperkuat ikatan emosional antara anak dan orang tua.


5. Perkenalkan Anak pada Lingkungan Sosial Sejak Dini

Berinteraksi dengan lingkungan sekitar sejak bayi ternyata memiliki dampak signifikan pada perkembangan otak. Penelitian menunjukkan bahwa bayi yang sering mendengar bahasa dari berbagai penutur cenderung memiliki kemampuan bahasa yang lebih fleksibel saat dewasa. Mereka lebih siap untuk belajar bahasa kedua atau ketiga di kemudian hari.

Selain itu, memperkenalkan bayi pada berbagai wajah juga memiliki manfaat. Bayi yang terbiasa melihat banyak variasi wajah cenderung lebih mampu mengenali dan membedakan ekspresi, yang nantinya bermanfaat dalam kemampuan sosial dan komunikasi mereka.


Kesimpulan: Tumbuhkan Kecerdasan Anak Lewat Pola Asuh yang Ilmiah

Mengasah kecerdasan anak bukan soal seberapa banyak anak les atau berapa cepat ia bisa membaca. Justru, cara terbaik adalah dengan memahami kebutuhan anak, memberikan ruang eksplorasi, memperkaya interaksi, dan menjadi panutan dalam kehidupan sehari-hari. Strategi yang dibagikan Lisa Feldman Barrett ini bisa menjadi panduan awal bagi setiap orang tua yang ingin membentuk masa depan anak secara ilmiah dan penuh kasih sayang.

Tak perlu terburu-buru mencetak anak menjadi “jenius”, yang lebih penting adalah menciptakan lingkungan yang kaya pengalaman, emosi, dan kasih sayang. Dengan begitu, otak anak akan berkembang secara alami dan siap menghadapi tantangan hidup di masa depan
Copyright © Tampang.com
All rights reserved