3 Tren Belanja Warga RI: YOLO, FOMO & FOPO, Ah Sudahlah!
Tanggal: 26 Sep 2024 10:56 wib.
Tren belanja masyarakat Indonesia belakangan ini menggambarkan fenomena sosial dan psikologis yang mempengaruhi keputusan konsumen dalam mengalokasikan pengeluaran mereka. Ketika daya beli sedang tertekan, banyak orang tetap memilih untuk melakukan pembelian atau kegiatan konsumtif seperti jalan-jalan dan menonton konser. Hal ini dapat dijelaskan melalui tiga tren belanja yang sedang berkembang, yaitu You Only Live Once (YOLO), Fear of Missing Out (FOMO), dan Fear of Other People's Opinions (FOPO).
Andry Asmoro, Kepala Ekonom Bank Mandiri, menyatakan bahwa ketiga tren ini memiliki pengaruh yang signifikan terhadap gaya belanja masyarakat Indonesia. Dia menegaskan bahwa meskipun tabungan masyarakat cenderung terbatas, pengeluaran untuk konsumsi seperti jalan-jalan tetap tinggi. Hal ini tercermin dalam fenomena YOLO yang mendorong seseorang untuk menikmati hidup karena keyakinan bahwa hidup hanya sekali. Contohnya, terlihat dari antusiasme penonton konser Bruno Mars yang merasa bahwa kesempatan untuk menikmati konser tersebut adalah langka, sehingga banyak yang rela mencicil untuk membeli tiket konser.
Pada sisi lain, tren FOMO juga membawa dampak yang signifikan. Individu cenderung ikut-ikutan dalam membeli produk atau jasa yang digunakan oleh komunitasnya. Misalnya, ketika sebagian orang merencanakan liburan atau kegiatan seru pada akhir pekan, banyak yang merasa tertarik untuk ikut serta karena takut ketinggalan pengalaman tersebut.
Selain itu, tren belanja ketiga adalah FOPO, yang muncul dari ketakutan individu terhadap pendapat orang lain. Individu bisa terdorong untuk membeli barang atau jasa karena ingin terlihat baik di mata orang lain. Fenomena ini seringkali mendorong individu untuk berbelanja di luar kebutuhan primer mereka.
Tren belanja ini memang menunjukkan adaptasi masyarakat Indonesia terhadap perubahan, terutama selama masa pandemi. Saat pandemi, terjadi peningkatan signifikan dalam pembelian kendaraan bermotor, yang kemudian ikut mendorong meningkatnya kegiatan jalan-jalan setelah pandemi. Ini mencerminkan minat tinggi masyarakat Indonesia terhadap mobilitas dan kegiatan konsumtif, meskipun dalam kondisi ekonomi yang sulit.
Berdasarkan tren-tren belanja ini, dapat disimpulkan bahwa psikologis dan sosial memainkan peran penting dalam keputusan konsumen. Konsekuensi dari tren-tren ini adalah adanya pengaruh yang signifikan terhadap kepribadian konsumen serta keputusan finansial mereka. Hal ini juga menciptakan budaya belanja yang didasari oleh keinginan untuk memenuhi kebutuhan emosional dan sosial, bahkan di saat kondisi ekonomi yang sulit.
Dalam pandangan Andry Asmoro, melihat harapan ke depan diperkirakan bahwa tren belanja ini akan terus berlanjut, karena telah melibatkan keinginan dan kebutuhan individu dalam kaitannya dengan kecocokan dan status sosial. Memahami tren-tren ini menjadi penting bagi pelaku industri dan peneliti ekonomi untuk dapat mengembangkan strategi yang mempertimbangkan faktor psikologis dan sosial dalam merespons perilaku konsumtif masyarakat Indonesia.
Dari perspektif yang lebih luas, fenomena ini menjadi contoh bagaimana perubahan sosial dan ekonomi dapat menciptakan pola belanja dan gaya hidup yang diadopsi oleh masyarakat. Seiring dengan perubahan zaman, tren belanja yang muncul juga menjadi cerminan dari nilai dan orientasi kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, memahami tren belanja dan perilaku konsumtif dapat memberikan wawasan yang berharga dalam memahami dinamika sosial dan ekonomi di masyarakat Indonesia.