27 Bukti Nyata Warga Indonesia Semakin Tidak Peduli dengan Korupsi
Tanggal: 16 Jul 2024 19:05 wib.
Badan Pusat Statistik (BPS) baru-baru ini merilis Indeks Persepsi Anti Korupsi (IPAK) tahun 2024. Dalam laporan tersebut, terungkap bahwa masyarakat Indonesia cenderung semakin tidak peduli terhadap isu korupsi. Merosotnya kepedulian masyarakat terlihat dari penurunan skor IPAK dari 3,92 poin menjadi 3,85 poin. Skor ini sebenarnya sudah menurun sejak tahun 2022.
Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menyatakan, "Penurunan ini merupakan indikasi bahwa masyarakat lebih permisif terhadap perilaku korupsi." IPAK merupakan indeks yang mengukur perilaku antikorupsi di masyarakat dengan skala 0-5. Semakin kecil angka tersebut, berarti semakin rendah budaya antikorupsi di masyarakat.
Dalam survei ini, ada dua indikator yang diukur, yaitu persepsi dan pengalaman. Persepsi menggambarkan pandangan dan sensitivitas masyarakat terhadap perilaku koruptif di sekitar mereka, baik di lingkungan keluarga, komunitas, maupun pelayanan publik. Sementara itu, pengalaman menggambarkan seberapa sering masyarakat berhadapan dengan perilaku koruptif dalam setahun terakhir, termasuk perilaku korupsi kecil-kecilan dan sehari-hari (petty corruption).
Dari hasil survei dengan jumlah 11.000 keluarga, terungkap bahwa persepsi masyarakat terhadap perilaku korupsi selama 2024 semakin melemah. Mereka cenderung tidak terlalu peduli tentang sumber uang keluarga dan pemberian sembako saat Pemilu. Namun, ada juga indikator yang menunjukkan peningkatan, seperti sensitivitas masyarakat terhadap perilaku pamer atau flexing.
Berdasarkan survei tersebut, BPS merumuskan 27 poin penilaian yang menggambarkan persepsi masyarakat terhadap korupsi di sekitarnya:
1.Persentase masyarakat yang menganggap tidak wajar sikap seseorang yang menerima uang tambahan dari pasangan (suami/istri), di luar gaji/penghasilan yang biasa diterima, tanpa mempertanyakan asal usul uang tersebut menurun dari 75,58 (2023) menjadi 71,98 (2024).
2. Persentase masyarakat yang menganggap tidak wajar sikap seorang Pegawai Negeri menggunakan kendaraan dinas untuk keperluan keluarga/pribadi menurun dari 81,78 (2023) menjadi 80,56 (2024).
3. Persentase masyarakat yang menganggap tidak wajar sikap seseorang mengajak anggota keluarga dalam kampanye Pilkades/Pilkada/Pemilu demi mendapatkan lebih banyak imbalan (uang, barang, sembako, pulsa, dll) menurun dari 73,62 (2023) menjadi 70,40 (2024).
4. Persentase masyarakat yang menganggap tidak wajar sikap seseorang menggunakan uang milik anggota keluarga tanpa seizin pemiliknya (contoh: uang kembalian belanja, uang saku milik kakak/adik, dll) menurun dari 90,08 (2023) menjadi 87,50 (2024).
5. Persentase masyarakat yang menganggap tidak wajar sikap seseorang menggunakan barang milik anggota keluarga tanpa seizin pemiliknya (contoh: sepatu, baju, tas, dll) menurun dari 81,80 (2023) menjadi 78,75 (2024).
6. Persentase masyarakat yang menganggap tidak wajar sikap seseorang memanfaatkan hubungan keluarga yang mempunyai kewenangan agar dipermudah dalam seleksi penerimaan murid/mahasiswa baru menurun dari 75,27 (2023) menjadi 71,89 (2024).
7. Persentase masyarakat yang menganggap tidak wajar sikap seseorang bergaya hidup mewah di luar dari kemampuannya agar diakui/disegani/dianggap berada oleh masyarakat sekitar meningkat dari 94,35 (2023) menjadi 94,42 (2024).
8. Persentase masyarakat yang menganggap tidak wajar sikap seseorang tidak mengingatkan anggota keluarganya ketika ada yang melanggar aturan (contoh: menerobos lampu merah, tidak antre, membuang sampah tidak pada tempatnya, dll.) meningkat dari 96,54 (2023) menjadi 97,06 (2024).
9. Persentase masyarakat yang menganggap tidak wajar sikap suatu keluarga memberi uang/barang/fasilitas yang lebih kepada Pejabat atau Perangkat Daerah/Desa ketika melaksanakan hajatan (pernikahan, khitanan, kematian, dll) atau menjelang hari raya keagamaan menurun dari 61,82 (2023) menjadi 61,00 (2024).
10. Persentase masyarakat yang menganggap tidak wajar sikap Pengurus RT/RW membantu Calon Kepala Desa/Kepala Daerah/Legislatif untuk membagikan uang/barang/fasilitas kepada masyarakat agar dipilih menurun dari 80,10 (2023) menjadi 80,08 (2024).
11. Persentase masyarakat yang menganggap tidak wajar sikap Kelompok/Lembaga Masyarakat menerima bantuan/sumbangan/pemberian/hibah dari seseorang tanpa mempertanyakan asal-usulnya menurun dari 85,90 (2023) menjadi 83,94 (2024).
12. Persentase masyarakat yang menganggap tidak wajar sikap pejabat atau mantan pejabat pemerintah yang sering membagikan santunan/bantuan/sumbangan tetap dibela masyarakat meskipun terlibat kasus korupsi meningkat dari 89,12 (2023) menjadi 89,37 (2024).
13. Persentase masyarakat yang menganggap tidak wajar sikap Ketua RT/RW/Kades/Lurah mengusulkan warganya yang tidak sesuai kriteria untuk mendapatkan dana bantuan sosial meningkat dari 94,15 (2023) menjadi 95,41 (2024).
14. Persentase masyarakat yang menganggap tidak wajar sikap seseorang dengan kewenangan atau pengaruhnya menjamin keluarga/saudara/teman agar diterima menjadi pegawai (pegawai negeri/swasta/TNI/Polri dan Penyelenggara Negara lainnya) di luar prosedur resmi dan ketentuan yang berlaku menurun dari 86,91 (2023) menjadi 85,17 (2024).
15. Persentase masyarakat yang menganggap tidak wajar sikap memberi uang/barang/fasilitas dalam proses penerimaan menjadi pegawai (pegawai negeri/swasta/TNI/Polri dan Penyelenggara Negara lainnya) menurun dari 90,42 (2023) menjadi 88,17 (2024).
16. Persentase masyarakat yang menganggap tidak wajar sikap memberi uang/barang/fasilitas kepada petugas pelayanan publik untuk mempermudah urusan administrasi kependudukan (KTP, KK, SKTM, dll) menurun dari 66,00 (2023) menjadi 65,72 (2024).
17. Persentase masyarakat yang menganggap tidak wajar sikap memberi uang/barang/fasilitas kepada penegak hukum untuk mempermudah pengurusan SIM, STNK, SKCK, persidangan tilang, dll. menurun dari 69,90 (2023) menjadi 69,04 (2024).
18. Persentase masyarakat yang menganggap tidak wajar sikap pelanggar lalu lintas yang memberi uang damai kepada petugas menurun dari 81,80 (2023) menjadi 80,13 (2024).
19. Persentase masyarakat yang menganggap tidak wajar sikap petugas Kantor Urusan Agama (KUA) meminta uang tambahan untuk transportasi ke tempat acara akad nikah menurun dari 74,39 (2023) menjadi 72,65 (2024).
20. Persentase masyarakat yang menganggap tidak wajar sikap guru/dosen/tenaga kependidikan membantu orang lain yang bukan anak kandungnya mendapat jaminan diterima masuk sekolah/kampus tempat dia bekerja menurun dari 72,52 (2023) menjadi 65,50 (2024).
21. Persentase masyarakat yang menganggap tidak wajar sikap guru/dosen/tenaga kependidikan secara langsung ataupun melalui komite sekolah meminta uang/barang/ fasilitas kepada orang tua/wali murid/mahasiswa menurun dari 86,60 (2023) menjadi 85,26 (2024).
22. Persentase masyarakat yang menganggap tidak wajar sikap orang tua/wali murid/mahasiswa memberikan uang/barang/fasilitas kepada pihak sekolah/kampus pada saat penerimaan rapor/kenaikan kelas/sidang akhir/kelulusan meningkat dari 49,49 (2023) menjadi 49,51 (2024).
23. Persentase masyarakat yang menganggap tidak wajar sikap orang tua/wali murid memberikan uang/barang/fasilitas di luar aturan resmi kepada pihak sekolah/kampus agar anaknya dapat diterima di sekolah/kampus tersebut meningkat dari 87,83 (2023) menjadi 88,30 (2024).
24. Persentase masyarakat yang menganggap tidak wajar sikap peserta Pilkades/Pilkada/Pemilu membagikan uang/barang/fasilitas ke calon pemilih menurun dari 71,25 (2023) menjadi 67,05 (2024).
25. Persentase masyarakat yang menganggap tidak wajar sikap calon pemilih menerima pembagian uang/barang/fasilitas pada penyelenggaraan Pilkades/Pilkada/Pemilu menurun dari 62,78 (2023) menjadi 58,09 (2024).
26. Persentase masyarakat yang menganggap tidak wajar sikap perusahaan yang mengerjakan proyek pemerintah memberikan uang/barang/fasilitas kepada pegawai/pejabat pemerintah menurun dari 69,84 (2023) menjadi 68,86 (2024).
27. Persentase masyarakat yang menganggap tidak wajar sikap toko bangunan/material memberikan hadiah berupa uang/barang/fasilitas kepada pegawai pemerintah karena telah membeli bahan bangunan untuk pembangunan desa/kelurahan/sekolah/universitas milik pemerintah menurun dari 47,53 (2023) menjadi 46,75 (2024).
Mayoritas poin-poin tersebut menunjukkan bahwa persepsi masyarakat semakin "bodo amat" terhadap korupsi. Misalnya, persentase masyarakat yang menganggap tidak wajar sikap seseorang yang menerima uang tambahan dari pasangan tanpa mempertanyakan asal usul uang tersebut, atau menggunakan kendaraan dinas untuk keperluan pribadi lambat laun menurun dari tahun ke tahun.
Penurunan angka pada poin-poin survei ini menandakan adanya penurunan sensitivitas dan kepedulian masyarakat terhadap perilaku koruptif di sekitar mereka. Hal ini dapat menjadi peringatan serius bahwa budaya antikorupsi di masyarakat semakin melemah dari waktu ke waktu.