Dulu Buang Waktu Kini Game Lokal Jadi Ladang Cuan Ekspor
Tanggal: 31 Okt 2025 09:44 wib.
Era Baru Game Lokal: Dari 'Buang Waktu' Jadi Ladang Cuan Ekspor
Selama puluhan tahun, stigma "main game cuma buang-buang waktu" begitu melekat. Namun, kini saatnya kita geser pandangan tersebut jauh-jauh. Di era ekonomi digital, game telah bertransformasi. Ia menjadi salah satu pilar industri kreatif paling menjanjikan.
Kabar baiknya, Indonesia tidak lagi sekadar menjadi penonton. Para developer (pengembang) game lokal kini memasuki era baru. Mereka tidak lagi 'iseng-iseng' membuat karya. Kini, studio-studio profesional telah terbangun. Produknya bahkan sukses menembus pasar global. Game lokal bukan lagi hanya hiburan pengisi waktu luang. Kini ia menjadi ladang 'cuan' (profit) yang serius. Bahkan, ia menjadi komoditas ekspor digital yang membanggakan bangsa.
Sukses 'Mendunia' dari Ruang Tamu
Bukti bahwa industri ini serius tidaklah sulit dicari. Publik global telah mengakui karya-karya anak bangsa. Kita bisa melihat DreadOut, game horor besutan Digital Happiness dari Bandung. Game ini sukses membuat gamer mancanegara, termasuk PewDiePie, menjerit ketakutan. Hantu-hantu khas Indonesia berhasil memikat perhatian mereka.
Lalu ada Coffee Talk dari Toge Productions. Game simulasi visual novel yang menenangkan ini memungkinkan pemain menjadi barista di kafe fantasi. Game ini sukses besar di pasar konsol seperti Nintendo Switch dan PlayStation. Bahkan, Coffee Talk mendapat kolaborasi prestisius dengan brand di Shibuya, Jepang. Jangan lupakan A Space for the Unbound dari Mojiken Studio, Surabaya. Game ini baru-baru ini memenangkan berbagai penghargaan internasional. Dengan latar visual pixel art ala Indonesia tahun 90-an, game ini menyentuh hati pemain global dengan narasi yang kuat. Banyak game buatan Indonesia lainnya juga telah mendunia.
Judul-judul ini membuktikan satu hal penting. Karya lokal dengan identitas budaya yang kuat mampu bersaing. Yang terpenting, ia juga laris manis di pasar internasional. Ini menunjukkan potensi besar bagi kreativitas anak bangsa.
Bukan Lagi Pasar, Saatnya Jadi Produsen
Potensi ekonomi industri ini sangat kolosal. Menurut data terbaru, pasar game di Indonesia sendiri diproyeksikan bisa mencapai Rp 30 Triliun pada 2025. Namun, ada ironi besar di balik angka tersebut. Mayoritas uang itu, sekitar 97%, masih lari ke developer asing. Ini merupakan sebuah tantangan yang harus kita hadapi.
Inilah yang sedang coba didobrak oleh berbagai pihak. Pemerintah, melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) dan Kominfo, kini turun tangan secara agresif. Program seperti Indonesia Game Developer eXchange (IGDX) dan Game Seed diluncurkan. Tujuannya adalah menjembatani developer lokal dengan investor dan publisher global.
Hasilnya, miliaran rupiah potensi transaksi bisnis telah tercipta. Ini menunjukkan efektivitas program-program tersebut. Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid bahkan mengklaim bahwa game buatan Indonesia telah mencapai 1 miliar unduhan di platform Google pada 2024. Angka ini menunjukkan daya saing yang terus menanjak. Kita tidak lagi hanya menjadi pasar, tetapi juga produsen yang diperhitungkan.
Ekosistem 'Cuan' yang Tumbuh Subur
Peluang "cuan" dari industri game tidak hanya berhenti pada kantong para developer. Ya, mereka sukses menjual gamenya di Steam atau konsol. Namun, sebuah ekosistem ekonomi baru telah tumbuh subur di sekitarnya. Ini menciptakan banyak kesempatan bagi kita semua.
Ada peluang karier profesional baru yang sangat menjanjikan. Industri ini padat karya kreatif. Ada kebutuhan besar untuk berbagai profesi spesifik. Misalnya, game designer (perancang permainan), 3D artist, programmer, penulis naskah, hingga sound designer. Industri game menjanjikan peluang karier global yang menarik bagi anak muda. Ini membuka pintu bagi talenta lokal untuk berkembang.
Selain itu, tumbuh pula ekonomi kreator. Para gamer tidak hanya bermain. Mereka yang piawai bisa menjadi atlet e-sports profesional. Sementara itu, para streamer dan content creator game di platform YouTube dan TikTok telah menjadikannya mata pencarian utama. Bahkan, pengembangan IP (Intellectual Property) menjadi aset berharga. Kesuksesan game kini bisa diperluas. DreadOut, misalnya, sudah diadaptasi menjadi film. Coffee Talk memiliki merchandise yang dijual di pasar global. Kekayaan intelektual ini adalah aset ekonomi jangka panjang yang bernilai tinggi.
Era di mana Indonesia hanya menjadi pasar konsumen game impor perlahan mulai bergeser. Dengan dukungan pemerintah dan talenta lokal yang makin 'matang', industri game nasional siap naik level. Dari yang awalnya dianggap hobi semata, kini ia menjadi lokomotif baru ekonomi kreatif digital yang membanggakan.