Utang RI Tembus Rp 9.138 T Bisakah Pemerintah Bayar Pak Purbaya
Tanggal: 29 Okt 2025 21:57 wib.
Sorotan Terhadap Utang Pemerintah: Angka yang Mengejutkan
Utang pemerintah Indonesia telah mencapai angka yang signifikan, menarik perhatian serius para ekonom. Per akhir Kuartal II-2025, jumlah utang pemerintah tercatat sebesar Rp 9.138,05 triliun. Angka ini bukanlah sekadar statistik, melainkan sebuah indikator penting yang memengaruhi stabilitas fiskal negara kita.
Isu ini menjadi topik hangat dalam acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia pada 29 Oktober 2025. Diskusi tidak hanya berpusat pada jumlah utang yang besar. Para ekonom juga menyoroti peningkatan rasio pembayaran utang dan beban utang jatuh tempo. Ini adalah aspek krusial yang menentukan kemampuan finansial pemerintah di masa mendatang.
Kekhawatiran Mendalam Para Ekonom: Rasio Pembayaran Utang dan Beban Jatuh Tempo
Tingginya angka utang memicu kekhawatiran mendalam di kalangan para ekonom. Mereka menyoroti dua aspek utama: Rasio Pembayaran Utang (Debt Service Ratio/DSR) dan beban utang jatuh tempo yang terus meningkat. Ini adalah sinyal yang perlu kita cermati bersama.
Ekonom Senior Bright Institute, Awalil Rizky, mengungkapkan DSR Indonesia saat ini mencapai 43%. Angka ini jauh melampaui batas aman yang ditetapkan Dana Moneter Internasional (IMF), yaitu 25-35%. DSR yang tinggi berarti sebagian besar pendapatan negara harus dialokasikan untuk membayar utang. Selain itu, pembayaran bunga (Interest Payment) mencapai 19,5% dari anggaran. Ini juga berada di atas praktik terbaik internasional, mengurangi ruang fiskal untuk pembangunan sektor lain.
Kekhawatiran lain muncul terkait beban utang jatuh tempo. Ekonom Senior INDEF, Aviliani, mempertanyakan kapasitas pemerintah dalam melunasi utang-utang tersebut. Profil utang jatuh tempo menunjukkan angka yang substansial. Tercatat Rp 833,96 triliun akan jatuh tempo pada 2026, Rp 821,60 triliun pada 2027, dan Rp 794,42 triliun pada 2028.
Angka-angka ini menunjukkan tekanan finansial yang berkelanjutan. Beban utang baru bahkan diprediksi baru akan turun di bawah Rp 500 triliun setelah tahun 2033. Situasi ini tentu menuntut strategi pengelolaan yang sangat hati-hati. Kita perlu memastikan kemampuan negara membayar kewajiban tanpa mengorbankan program-program esensial lainnya.
Respons Pemerintah: Mengelola Utang dengan Cermat dan Strategis
Menanggapi kekhawatiran tersebut, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memberikan pandangannya. Beliau menegaskan bahwa pengelolaan utang pemerintah dilakukan sesuai standar. Menurutnya, kondisi utang Indonesia masih dalam batas aman. Utang juga dipandang sebagai strategi penting untuk pembangunan ekonomi.
Purbaya menjelaskan bahwa rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) masih aman. Rasio ini berada di angka 39,86% terhadap PDB. Angka ini jauh di bawah batas aman yang ditetapkan Undang-Undang Keuangan Negara, yakni 60%. Ini menunjukkan bahwa kapasitas ekonomi kita masih mampu menopang beban utang.
Jika dibandingkan dengan negara maju, rasio utang Indonesia juga jauh lebih rendah. Misalnya, negara-negara Eropa memiliki rasio sekitar 100% terhadap PDB. Amerika Serikat bahkan melampaui 100%, dan Jepang mencapai 275%. Perbandingan ini memberi gambaran bahwa posisi Indonesia relatif lebih baik. Kita masih memiliki ruang fiskal yang lebih leluasa.
Pemerintah juga melihat utang sebagai pilihan yang strategis dan diperlukan. Terutama untuk mempercepat pembangunan ekonomi nasional. Dana ini dimanfaatkan ketika penerimaan negara belum mencukupi untuk membiayai semua proyek. Tujuannya adalah menciptakan pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Selain itu, utang diharapkan mampu menghidupkan sektor swasta agar lebih produktif.
Purbaya menekankan pentingnya manajemen risiko dalam pengelolaan utang. Pemerintah fokus mengoptimalkan manfaat utang sambil meminimalkan risikonya. Ini termasuk memastikan kemampuan pembayaran kembali tepat waktu. Beliau juga menyatakan optimisme dalam menghadapi pilihan-pilihan sulit ini. Kita harus mampu menyeimbangkan kebutuhan pembangunan dan keberlanjutan fiskal jangka panjang.
Melalui pendekatan ini, pemerintah berupaya meyakinkan publik. Utang adalah alat, bukan tujuan. Dengan pengelolaan yang hati-hati, utang dapat menjadi katalisator kemajuan. Ini sekaligus menjaga stabilitas ekonomi negara kita di tengah dinamika global yang terus berubah.