Utang Pemerintah Indonesia Berpotensi Mencapai Rp 9.000 Triliun hingga Akhir 2024
Tanggal: 31 Jul 2024 10:28 wib.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan bahwa utang pemerintah Indonesia mengalami peningkatan sebesar Rp 91,85 triliun menjadi Rp 8.444,87 triliun pada Juni 2024. Data ini disampaikan dalam dokumen APBN KiTa Edisi Juli 2024, di mana posisi utang tersebut ternyata mencapai 39,13% dari produk domestik bruto (PDB).
Kenaikan jumlah utang ini mendorong pemerintah untuk lebih berhati-hati dalam mengelola utang ke depan. Pasalnya, utang tersebut berpotensi mencapai angka Rp 9.000 triliun karena pembayaran pokok dan bunga utang yang signifikan, serta adanya potensi penarikan utang baru pada tahun ini.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, memperkirakan bahwa pertumbuhan utang pada periode Juli hingga Desember atau dua tahun terakhir, berada di kisaran 4% hingga 8%. Berdasarkan asumsi tersebut, total utang pemerintah diperkirakan akan mencapai kisaran Rp 8.700 hingga Rp 9.000 triliun pada akhir tahun 2024.
Pertumbuhan utang ini diperkirakan akan mencapai 5% jika dibandingkan dengan rasio utang dan asumsi pertumbuhan ekonomi pada 2024. Yusuf memproyeksikan bahwa rasio utang pemerintah akan mencapai 39% hingga 40% terhadap PDB.
Dengan kondisi tersebut, pemerintah dihadapkan pada tugas yang semakin berat, terutama dalam mengembalikan rasio utang ke level yang lebih rendah atau setidaknya sama seperti sebelum adanya pandemi Covid-19. Untuk mencapai kondisi tersebut, diperlukan dorongan pertumbuhan ekonomi yang tinggi atau pengurangan proporsi penarikan utang baru.
Risiko fiskal dan pembayaran bunga utang juga menjadi perhatian utama. Peneliti senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad, menilai bahwa pemerintah perlu lebih berhati-hati dalam mengelola utang ke depan. Menurutnya, saat ini utang pemerintah Indonesia hampir mencapai 40% dari PDB, sedangkan batas aman rasio utang sebesar 60% dari PDB.
Tauhid menekankan bahwa sebelumnya, Indonesia berhasil menjaga posisi utang di sekitar 30% dari PDB dan tetap dalam kondisi positif untuk keberlanjutan fiskal. Namun, jika saat ini posisi utang hampir mencapai 40%, maka akan membawa risiko yang tinggi bagi keberlanjutan fiskal.
Selain itu, risiko utang ini juga akan membatasi ruang ekspansi fiskal, karena setiap tahun pemerintah harus membayar utang dan bunga yang signifikan. Selain itu, risiko terkait pembayaran pokok dan bunga utang juga mengharuskan pemerintah untuk mengeluarkan surat utang baru. Jika pokok utang baru lebih besar dari bunga utang dan pokok pada tahun tersebut, hal ini akan menjadi perhatian serius.
Meskipun utang pemerintah meningkat, realisasi rasio utang terhadap PDB masih di bawah batas rasio utang dan target strategi pengelolaan utang jangka menengah yang telah ditetapkan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023, batas rasio utang sebesar 60%, dan jika mengacu pada Strategi Pengelolaan Utang Jangka Menengah periode 2023-2026, targetnya adalah 40%.
Rasio utang per akhir Juni 2024 mencapai 39,13% terhadap PDB, yang tetap konsisten terjaga di bawah batas aman 60% dari PDB sesuai UU Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara. Mayoritas utang pemerintah berasal dari dalam negeri dengan proporsi 71,12% yang sejalan dengan kebijakan umum pembiayaan utang. Pemerintah berupaya untuk mengoptimalkan sumber pembiayaan dalam negeri dan memanfaatkan utang luar negeri sebagai pelengkap.
Tentang komposisi utang pemerintah, sebagian besar berupa surat berharga negara (SBN) yang mencapai Rp 7.418,76 triliun atau sebesar 87,85%. Dengan adanya peningkatan utang pemerintah yang harus dikelola secara bijaksana, tentu perlu adanya strategi yang matang dalam upaya pengembalian rasio utang ke level yang lebih rendah agar tidak mengganggu kestabilan ekonomi nasional.