Utang Negara Tembus Ribuan Triliun, Siapa yang Akan Menanggung Bebannya?
Tanggal: 16 Mei 2025 20:03 wib.
Tampang.com | Utang pemerintah Indonesia kembali mencatat angka fantastis. Hingga awal 2025, jumlah utang negara telah menembus angka lebih dari Rp8.000 triliun. Pemerintah beralasan, utang dibutuhkan untuk pembiayaan pembangunan, namun publik mulai resah dengan akumulasi bunga dan risiko fiskal jangka panjang.
Rasio Utang Masih “Aman”, Tapi Risiko Semakin Mengintai
Kementerian Keuangan berkali-kali menegaskan bahwa rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) masih di bawah ambang batas 60% yang ditetapkan Undang-Undang Keuangan Negara. Namun, para ekonom mengingatkan bahwa pembengkakan beban bunga dan pembayaran jatuh tempo akan makin membebani APBN tahun-tahun mendatang.
“Rasio bisa saja ‘aman’ secara teori, tapi dalam praktik, pembayaran utang makin menyita ruang fiskal yang seharusnya untuk pendidikan dan kesehatan,” ujar Laksmi Wulandari, analis fiskal dari INDEF.
Beban Utang Akan Dirasakan Generasi Berikutnya
Setiap utang yang ditarik hari ini akan menjadi kewajiban generasi berikutnya. Apalagi jika utang itu digunakan untuk proyek-proyek yang minim nilai tambah atau mangkrak.
“Kalau utang dipakai untuk konsumsi atau proyek tak produktif, maka generasi muda akan menanggung akibatnya. Ini bukan warisan, tapi jebakan,” tegas Laksmi.
Transparansi Proyek dan Efektivitas Belanja Dipertanyakan
Banyak kalangan menyoroti transparansi proyek pemerintah yang dibiayai utang. Dari pembangunan infrastruktur hingga subsidi, belum ada audit menyeluruh yang benar-benar menjawab apakah utang dimanfaatkan secara efektif.
“Kita butuh laporan publik yang gamblang, bukan sekadar narasi pembangunan,” tambahnya.
Solusi: Prioritaskan Belanja Produktif dan Evaluasi Proyek
Pakar anggaran menilai, pengelolaan utang harus disertai pembenahan belanja negara. Pemerintah perlu meninjau ulang proyek-proyek yang dibiayai utang, dan memastikan semuanya menghasilkan dampak ekonomi nyata.
“Jika tidak ingin terjebak dalam krisis fiskal di masa depan, negara harus mengubah paradigma utang: dari kuantitas ke kualitas,” kata Laksmi.
Utang Boleh, Tapi Harus Bertanggung Jawab
Utang bukan hal tabu, tapi harus dikelola dengan akuntabilitas tinggi. Jika terus dibiarkan tanpa kendali dan pengawasan publik, maka utang negara bisa menjadi bom waktu fiskal yang merugikan seluruh rakyat.