Utang BUMN sebagai Penyebab Potensial Bangkrut
Tanggal: 28 Jun 2024 04:44 wib.
Direktur Utama PT Danareksa (Persero) Yadi Jaya Ruchandi mengungkapkan bahwa enam Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menghadapi potensi pembubaran karena masalah keuangan. Pernyataan Yadi ini disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VI DPR RI.
Menurut Yadi, saat ini terdapat 21 BUMN dan satu anak usaha BUMN yang berstatus titip kelola, dengan PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) atau PPA bertanggung jawab atas penanganannya. Namun, hanya empat dari 22 perusahaan tersebut yang berpeluang untuk bangkit kembali, sedangkan enam lainnya berpotensi dihentikan operasinya, termasuk melalui likuidasi atau pembubaran BUMN.
Enam BUMN yang kemungkinan terdampak adalah PT Indah Karya (Persero), PT Dok dan Perkapalan Surabaya (Persero), PT Amarta Karya (Persero), PT Barata Indonesia (Persero), PT Varuna Tirta Prakasya (Persero), dan PT Semen Kupang. Menurut Yadi, perusahaan-perusahaan ini terancam karena potensi operasi minimum yang tidak tertutupi.
Salah satu alasan utama yang menyebabkan banyak BUMN terancam bubar adalah masalah utang yang membebani mereka dan sulit untuk pulih. Yadi mencontohkan kasus PT Barata Indonesia (Persero) yang masih terlilit utang, bahkan setelah melakukan restrukturisasi melalui Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Perusahaan ini belum mampu melunasi utangnya yang membebani operasionalnya.
Tak hanya Barata Indonesia, BUMN Indah Karya juga sedang berjuang melalui proses PKPU untuk menyelesaikan utang-utangnya. Di samping itu, upaya disertai dengan penjualan aset menunjukkan bahwa masih ada kesempatan bagi BUMN tersebut untuk bangkit kembali.
Namun, memiliki utang bukanlah satu-satunya faktor yang menyebabkan BUMN terancam bangkrut. Yadi juga menyebut bahwa ada empat BUMN lain yang memiliki potensi untuk pulih, seperti Persero Batam, PT Boma Bisma Indra (Persero) atau BBI, PT. Dok dan Perkapalan Kodja Bahari (Persero) atau DKB dan PT Industri Kapal Indonesia (Persero) atau IKI.
Yadi menekankan bahwa BBI, sebuah BUMN manufaktur, memiliki peluang untuk memanfaatkan larangan dan pembatasan impor dari Kementerian Perindustrian. Ini menunjukkan kesempatan bagi industri manufaktur dalam negeri untuk mendapatkan kembali permintaan, karena saat ini masih kalah bersaing dengan negara lain yang melakukan impor.
Di sisi lain, BUMN galangan kapal seperti Dok dan Perkapalan Kodja Bahari serta IKI masih memiliki potensi tinggi karena permintaan yang tinggi, terutama dengan posisi Indonesia sebagai negara maritim. Permintaan yang tinggi dari BUMN lainnya seperti Pelni, ASDP, bahkan Pertamina menunjukkan adanya peluang untuk melakukan peningkatan skala produksi.
Ini menandakan bahwa meskipun utang menjadi salah satu faktor utama, BUMN yang mampu memanfaatkan peluang pasar dan pengembangan industri masih memiliki harapan untuk bangkit kembali. Memahami alasan-alasan di balik masalah keuangan BUMN dapat membantu pemerintah dalam menentukan langkah terbaik untuk mendukung pemulihan dan kelangsungan operasional BUMN tersebut.