Uniqlo Kena Kritik Setelah CEO-nya Buka Suara Soal Xinjiang
Tanggal: 2 Des 2024 09:38 wib.
Uniqlo, perusahaan ritel fesyen asal Jepang, tengah menghadapi badai kritik yang meluas di China. Kritik tersebut muncul setelah Tadashi Yanai, CEO Fast Retailing yang menaungi Uniqlo, menyatakan bahwa perusahaan tersebut tidak mengambil kapas dari wilayah Xinjiang di ujung barat China. Pernyataan tersebut muncul dalam sebuah wawancara dengan British Broadcasting Corporation (BBC) pada Kamis (28/11/2024).
Dalam wawancara tersebut, Yanai awalnya menjawab pertanyaan BBC tentang penggunaan kapas dari wilayah tersebut dengan menyatakan, "Kami tidak menggunakan," sebelum kemudian menahan diri dan menyatakan bahwa dia tidak ingin melanjutkan jawabannya karena dianggap "terlalu politis."
Dampak dari pernyataan CEO Uniqlo tersebut sangat langsung terlihat. Pada Jumat (29/11/2024), laporan wawancara tersebut viral di platform media sosial China Weibo. Sejumlah pengguna mengecam perusahaan tersebut, bahkan beberapa di antaranya mengancam untuk tidak lagi membeli produk Uniqlo.
Salah satu pengguna Weibo menyatakan, "Dengan sikap seperti ini dari Uniqlo, dan pendiri mereka yang begitu arogan, mereka mungkin bertaruh bahwa konsumen daratan akan melupakannya dalam beberapa hari dan terus membeli." Permasalahan ini menjadi penting karena wilayah Xinjiang dituduh melakukan pelanggaran hak asasi manusia terhadap penduduk Uighur.
Perusahaan ini juga bukanlah satu-satunya yang mengalami dampak dari kontroversi ini. Pada tahun 2021, perusahaan mode H&M menghadapi boikot konsumen di China setelah di situs webnya menyatakan kekhawatiran tentang tuduhan kerja paksa di Xinjiang dan bahwa mereka tidak akan lagi menggunakan kapas dari wilayah tersebut.
H&M bahkan mengalami penghapusan tokonya dari platform e-commerce utama dan pencabutan informasi lokasi tokonya dari aplikasi peta di China. Dampaknya terlihat pada sejumlah merek asing lainnya seperti Nike, Puma, Burberry, dan Adidas yang juga terlibat dalam kontroversi yang sama.
Fast Retailing sebenarnya sebelumnya telah menyatakan bahwa mereka tidak memproduksi barang di Xinjiang, namun Yanai sendiri telah menahan diri dalam beberapa tahun terakhir untuk membahas subjek tersebut dalam wawancara media. Hal ini dapat diasumsikan bahwa Uniqlo ingin tetap netral dalam kontroversi ini.
China memang merupakan pasar luar negeri terbesar bagi Fast Retailing, dengan lebih dari 900 toko di daratan utama China, Taiwan, dan Hong Kong, yang menyumbang lebih dari seperlima pendapatan perusahaan tersebut. Namun, situasi geopolitik yang sensitif di Xinjiang telah menjadi dampak bagi perusahaan asing yang beroperasi di China.
Mengingat pentingnya pasar China bagi Uniqlo, perusahaan ini harus menemukan keseimbangan yang tepat antara mempertahankan kesetiaan konsumen di China dan melindungi reputasinya di mata konsumen internasional.
Pada September, kementerian perdagangan China bahkan meluncurkan penyelidikan terhadap PVH, perusahaan induk dari merek Calvin Klein dan Tommy Hilfiger. Dalam pernyataannya, PVH diduga "memboikot secara tidak adil" produk-produk kapas Xinjiang "tanpa dasar fakta.”
Ketegangan antara China dan negara-negara Barat terus berdampak pada bisnis perusahaan-perusahaan internasional. Sementara China membantah adanya pelanggaran di wilayah Xinjiang, hal ini menjadi sebuah dilema bagi perusahaan-perusahaan asing yang memiliki kehadiran besardi China.