UMR Naik Tiap Tahun, Tapi Daya Beli Buruh Tetap Tertekan!
Tanggal: 17 Mei 2025 13:19 wib.
Tampang.com | Pemerintah daerah tiap tahun mengumumkan kenaikan Upah Minimum Regional (UMR). Tapi bagi sebagian besar buruh, kenaikan ini terasa semu karena langsung disusul oleh lonjakan harga kebutuhan pokok dan biaya hidup.
Upah Naik, Harga Barang Lebih Cepat Naik
Contohnya di Jawa Barat, UMR tahun 2025 naik sebesar 5,2%, namun harga beras, sewa kontrakan, dan tarif transportasi justru melonjak lebih dari 10%. Kondisi ini membuat kenaikan upah tak banyak membantu kesejahteraan nyata.
“Gaji naik Rp200 ribu, tapi uang belanja naik Rp400 ribu. Gimana mau cukup?” keluh Dedi, buruh pabrik di Karawang.
Buruh Masih Diambang Garis Kemiskinan
Penelitian LIPI mencatat banyak buruh dengan UMR di kota-kota industri besar tetap hidup pas-pasan. Bahkan, ada yang harus kerja lembur setiap hari untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makan, transportasi, dan biaya anak sekolah.
Tidak Ada Perlindungan dari Inflasi
Kritik juga muncul karena formula penetapan UMR belum mempertimbangkan lonjakan inflasi secara riil dan variasi biaya hidup di masing-masing daerah. Alhasil, buruh di kota besar tetap tertinggal secara kesejahteraan dibanding harga yang harus mereka bayar.
Solusi: Kaji Ulang Formula UMR dan Perluas Perlindungan Sosial
Ekonom menyarankan agar pemerintah segera mengevaluasi sistem penghitungan UMR dan memperluas jaminan sosial untuk pekerja sektor informal dan buruh harian yang tidak ter-cover UMR secara langsung.
“Upah minimum bukan sekadar angka politik, tapi harus mencerminkan martabat dan kebutuhan hidup layak,” tegas Dr. Fajar Nugroho, pakar ketenagakerjaan.