Tolak PPN Naik Jadi 12 Persen, PDIP : Seperti Menggebuk Kelas Menengah, PKS : Daya Beli Kian Terpuruk
Tanggal: 21 Mar 2024 11:32 wib.
Pada pekan ini, wacana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi sorotan utama. Rencana pemerintah untuk menggeser tarif PPN dari 10 persen menjadi 12 persen mendapat beragam tanggapan dari berbagai pihak. Partai politik, terutama PDIP dan PKS, turut merespons keras terhadap rencana kenaikan tersebut. Menolak keras kebijakan pemerintah, PDIP menilai bahwa kenaikan PPN akan membuat beban kelompok menengah semakin berat, sementara PKS mengungkapkan keprihatinan tentang daya beli yang semakin terpuruk.
Partai PDI Perjuangan (PDIP), yang sebelumnya menjadi pendukung kebijakan pemerintah, tiba-tiba berbalik arah dengan menolak keras rencana kenaikan PPN. Menurut PDIP, kenaikan tarif PPN tersebut dapat dianggap sebagai penghianatan terhadap rakyat menengah. Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, Anggota Komisi XI DPR Fraksi PDIP, Andreas Eddy Susetyo, meminta kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati agar kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025 dikaji ulang. Menegaskan bahwa partainya menolak rencana kenaikan PPN tersebut karena dianggap sebagai kebijakan yang tidak pro-rakyat. Menurutnya, kebijakan tersebut seakan menggebuk kelas menengah yang sudah merasakan beban cukup berat akibat pandemi serta tekanan ekonomi global. Dalam konferensi pers, Hasto juga menyoroti bahwa kenaikan PPN akan memberikan beban tambahan bagi masyarakat, terutama di tengah kondisi ekonomi yang belum pulih sepenuhnya.
Di sisi lain, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) juga angkat suara terkait rencana kenaikan PPN. PKS menolak keras kebijakan tersebut dengan alasan bahwa daya beli masyarakat sudah terpuruk akibat pandemi Covid-19. Wakil Ketua Umum PKS, Hidayat Nur Wahid, menilai bahwa kenaikan PPN akan semakin membebani masyarakat dan menghambat pemulihan ekonomi. Partai berbasis agama ini menyoroti bahwa pemerintah seharusnya fokus pada peningkatan daya beli masyarakat serta pemulihan ekonomi, bukan malah menaikkan beban konsumen melalui kenaikan PPN.
Perdebatan mengenai kenaikan PPN juga mendapat sorotan dari ekonom dan aktivis masyarakat sipil. Beberapa pihak menilai bahwa kenaikan PPN dapat mempengaruhi daya beli masyarakat dan menambah beban ekonomi, sementara yang lain menyoroti bahwa kebijakan tersebut seharusnya dikaji secara cermat agar tidak memberatkan rakyat.
Dalam pandangan ekonomi, kebijakan kenaikan PPN memang memiliki dampak yang perlu diperhatikan. Sisi positifnya, kenaikan PPN dapat membantu meningkatkan pendapatan negara, namun di sisi lain, kebijakan tersebut juga dapat berdampak pada daya beli masyarakat dan pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, dibutuhkan kajian yang mendalam serta komunikasi yang transparan antara pemerintah, parlemen, dan masyarakat untuk mencapai kesepakatan yang adil dan berkelanjutan.
Dengan adanya penolakan keras dari PDIP dan PKS terhadap rencana kenaikan PPN, wacana ini diprediksi akan menjadi isu panas dalam agenda politik dan ekonomi. Perdebatan mengenai kebijakan fiskal ini akan terus bergulir dan diharapkan dapat mencapai solusi yang terbaik bagi kepentingan masyarakat luas. Perhatian penuh dari semua pihak, termasuk pemerintah, partai politik, dan masyarakat, sangat diperlukan agar kebijakan yang diambil dapat memberikan manfaat yang maksimal bagi perekonomian dan kesejahteraan rakyat.