THR Belum Sampai Tangan, Tagihan Sudah Menanti! Rakyat Tak Lagi Bisa Menabung
Tanggal: 1 Jun 2025 09:43 wib.
Tampang.com | Tunjangan Hari Raya (THR) 2025 mulai dicairkan lebih awal dibanding tahun-tahun sebelumnya, dengan harapan bisa mendorong perputaran ekonomi nasional. Namun kenyataan di lapangan berkata lain: masyarakat justru mengaku tak sempat menikmati uang tersebut karena langsung tersedot untuk membayar utang dan memenuhi kebutuhan mendesak.
THR Langsung Habis untuk Kebutuhan Dasar
Banyak pekerja menyambut baik percepatan pencairan THR. Namun tak sedikit pula yang merasa uang yang diterima tak cukup, apalagi hanya numpang lewat. Dalam hitungan jam setelah diterima, THR sudah harus dibagi untuk tagihan listrik, sewa rumah, cicilan kendaraan, hingga kebutuhan anak sekolah.
“Dulu THR bisa disisihkan untuk tabungan atau mudik. Sekarang? Langsung habis buat nutup utang. Belanja lebaran pun mikir dua kali,” keluh Yayan, karyawan swasta di Jakarta Barat.
Naiknya harga kebutuhan pokok menjelang Idul Fitri semakin memperparah kondisi. Sejumlah bahan makanan mengalami lonjakan harga signifikan, sementara penghasilan tetap tidak berubah.
Utang Rumah Tangga Kian Mengkhawatirkan
Data terbaru menunjukkan tingkat utang rumah tangga meningkat pesat dalam satu tahun terakhir, terutama dari sektor kredit konsumtif. Banyak keluarga yang mengambil pinjaman daring atau cicilan barang elektronik, dan kini mereka harus menanggung beban cicilan bersamaan dengan tekanan inflasi.
“Orang banyak yang hidup dengan gali lubang tutup lubang. Saat THR cair, yang dibayar duluan ya tagihan. Karena kalau telat, denda makin besar,” ujar Nurhayati, seorang guru honorer di Depok.
Fenomena ini menggambarkan kondisi ekonomi masyarakat yang makin rapuh, di mana tunjangan rutin seperti THR tak lagi memberi ruang lega, melainkan hanya jadi alat bertahan sesaat.
Tak Ada Lagi Ruang Menabung
Kondisi ini membuat masyarakat hampir tidak memiliki ruang untuk menabung atau berinvestasi. THR yang dulu kerap dimanfaatkan untuk kebutuhan jangka panjang, kini habis untuk menyelesaikan kewajiban jangka pendek.
“Daya beli melemah, THR jadi jaring pengaman darurat. Ini sinyal buruk bagi ekonomi mikro,” terang Taufik Ramadhan, ekonom dari Lembaga Sosial Ekonomi Nasional.
Menurutnya, jika tren ini terus berlangsung, maka pemulihan ekonomi pasca-pandemi bisa berjalan lamban, karena konsumsi masyarakat hanya bersifat fungsional, bukan produktif.
Pemerintah Didesak Beri Solusi Riil
Meski percepatan pencairan THR adalah langkah yang diapresiasi, masyarakat tetap menuntut kebijakan yang menyentuh akar persoalan. Dari pengendalian harga kebutuhan pokok, perlindungan terhadap pekerja informal, hingga edukasi pengelolaan keuangan rumah tangga.
“Bukan hanya cairkan THR lebih awal, tapi bagaimana memastikan uang itu punya daya guna yang maksimal bagi keluarga,” tegas Taufik.
Ia juga mendorong adanya kebijakan pengurangan beban utang rumah tangga dengan mekanisme bunga ringan atau skema penghapusan denda untuk kredit kecil.
THR Tak Lagi Jadi Berkah?
Tunjangan Hari Raya yang semula diharapkan membawa kegembiraan kini justru menimbulkan tekanan tersendiri. Tanpa pembenahan struktur ekonomi keluarga dan kebijakan yang mendukung stabilitas harga, THR hanya akan menjadi penambal sementara bagi luka yang makin menganga.