Tarif Listrik Rumah Tangga Naik Lagi, Beban Baru di Tengah Biaya Hidup yang Terus Melonjak
Tanggal: 10 Mei 2025 12:02 wib.
Tampang.com | Pemerintah resmi menaikkan tarif listrik untuk pelanggan rumah tangga nonsubsidi per Mei 2025. Keputusan ini diambil seiring naiknya harga energi global dan tekanan pada anggaran subsidi nasional. Namun di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang belum pulih sepenuhnya, kebijakan ini justru memantik kekhawatiran akan bertambahnya beban biaya hidup.
Tarif Baru Berlaku untuk 13 Juta Pelanggan
Kementerian ESDM mengumumkan bahwa kenaikan ini berlaku bagi golongan rumah tangga menengah ke atas, termasuk pelanggan 1.300 VA hingga 5.500 VA. Kenaikan rata-rata sebesar 8% akan langsung terlihat dalam tagihan bulan Juni.
“Penyesuaian ini dilakukan karena harga energi primer seperti batu bara dan gas alam terus meningkat, sementara anggaran subsidi sangat terbatas,” kata Dadan Kusdiana, Dirjen Ketenagalistrikan ESDM.
Dampak Riil ke Dompet Warga
Bagi keluarga kelas menengah, tambahan biaya listrik bulanan sebesar Rp50 ribu hingga Rp150 ribu mungkin terdengar kecil. Namun jika dikombinasikan dengan kenaikan harga bahan pokok, BBM, dan iuran sekolah, tekanan keuangan rumah tangga makin berat.
“Gaji segitu-gitu saja, tapi semua harga naik. Ini bikin kami harus potong pengeluaran lain, termasuk buat anak,” keluh Rika, ibu dua anak di Bekasi.
Kontradiksi dengan Janji Stabilisasi Harga
Kebijakan ini juga dinilai bertentangan dengan janji pemerintah yang ingin menahan laju inflasi. Sebab, naiknya tarif listrik bisa memicu kenaikan harga barang dan jasa lain, terutama dari sektor industri yang juga terdampak.
“Naiknya tarif listrik bisa memicu inflasi energi, yang berujung pada naiknya harga-harga lain. Ini perlu dihitung ulang dampaknya secara menyeluruh,” ujar Bhima Yudhistira, Direktur CELIOS.
Kelompok Rentan Makin Tertekan
Meski yang dinaikkan adalah golongan nonsubsidi, banyak warga yang masuk kategori ini justru tidak tergolong mampu secara ekonomi. Tidak sedikit keluarga dengan penghasilan pas-pasan yang masuk golongan 1.300 VA.
“Penentuan golongan listrik belum mencerminkan kemampuan ekonomi sesungguhnya. Banyak yang terjebak dalam kategori menengah padahal realitanya tidak kuat beli,” tambah Bhima.
Solusi Alternatif: Transparansi dan Skema Bertahap
Pakar energi menyarankan agar pemerintah lebih transparan soal mekanisme penyesuaian tarif dan mempertimbangkan skema bertahap. Selain itu, program efisiensi energi dan insentif untuk alat listrik hemat energi juga perlu diperluas.
“Kami tidak anti kenaikan tarif, tapi harus proporsional, disertai kompensasi bagi warga terdampak. Jangan semua diserahkan ke pasar,” kata Bhima.
Keadilan Energi Harus Dijaga
Akses terhadap energi adalah bagian dari hak dasar warga. Saat harga listrik naik tanpa solusi jangka panjang, maka yang terdampak adalah kualitas hidup masyarakat bawah yang makin menurun.
“Energi bukan hanya soal pasokan dan tarif, tapi soal keadilan sosial. Jangan sampai rakyat jadi korban kebijakan fiskal yang tidak sensitif,” tutup Bhima.