Tarif Listrik Naik Lagi? Warga Resah, Pemerintah Diminta Transparan!
Tanggal: 13 Mei 2025 22:30 wib.
Tampang.com | Wacana pemerintah untuk kembali menaikkan tarif listrik rumah tangga per Juli 2025 menuai keresahan publik. Masyarakat khawatir kebijakan ini akan memperparah tekanan ekonomi, terutama di tengah kondisi daya beli yang belum sepenuhnya pulih. PLN dan pemerintah berdalih, kenaikan tarif dibutuhkan untuk menjaga efisiensi operasional dan mengurangi beban subsidi energi.
Dampak Langsung ke Dompet Rakyat
Kenaikan tarif listrik secara langsung akan memengaruhi pengeluaran rumah tangga. Kelas menengah ke bawah yang mengandalkan listrik untuk keperluan harian seperti memasak, pendingin ruangan, hingga internet, akan terkena imbas paling besar.
“Tarif listrik naik, sementara pendapatan tetap. Ini jelas makin menyempitkan ruang hidup masyarakat,” ujar Sari Wulandari, ibu rumah tangga di Depok.
Menurut data Badan Kebijakan Fiskal, setiap kenaikan 100 rupiah per kWh dapat berdampak terhadap inflasi hingga 0,1%. Dalam jangka panjang, ini bisa mendorong kenaikan harga barang kebutuhan pokok yang sangat tergantung pada pasokan energi.
Alasan Pemerintah: Efisiensi dan Rasionalisasi Subsidi
Pemerintah beralasan, tarif listrik perlu disesuaikan agar subsidi lebih tepat sasaran. Selama ini, banyak rumah tangga mampu yang masih menikmati tarif subsidi, padahal mereka masuk dalam kategori pelanggan nonsubsidi.
“Penyesuaian tarif bertujuan agar subsidi benar-benar dinikmati oleh mereka yang berhak, bukan untuk membebani masyarakat kecil,” kata Arief Sudrajat, Direktur Pengaturan Energi Kementerian ESDM.
Namun, sejumlah pengamat menilai alasan efisiensi ini belum disertai data transparan tentang beban produksi listrik maupun efisiensi internal PLN.
Masalah Transparansi dan Akuntabilitas PLN
Kritik juga datang dari sektor akademisi dan LSM energi. Mereka mempertanyakan transparansi pengelolaan dana subsidi dan efektivitas manajemen PLN dalam menekan biaya operasional.
“Daripada menaikkan tarif, lebih baik pemerintah dan PLN berbenah dari sisi efisiensi internal. Masyarakat jangan dijadikan korban pemborosan sistem,” tegas Ridho Prasetyo, peneliti energi dari INDEF.
PLN sendiri mencatat beban operasional meningkat seiring harga batu bara global dan depresiasi rupiah. Namun publik belum mendapat laporan menyeluruh mengenai bagaimana beban tersebut dialokasikan dan apakah alternatif energi terbarukan benar-benar dimanfaatkan untuk menekan biaya.
Solusi: Audit Independen dan Skema Bertahap
Untuk menjaga kepercayaan publik, para ahli menyarankan audit independen terhadap struktur biaya PLN dan skema kenaikan tarif bertahap yang dibarengi insentif efisiensi energi untuk masyarakat.
“Kalau pun harus naik, pemerintah harus jujur dan terbuka. Jangan hanya menyajikan data sepihak. Sosialisasi juga harus dilakukan secara masif agar tidak menimbulkan kepanikan,” kata Ridho.
Harapan Masyarakat: Akses Energi Terjangkau dan Adil
Listrik adalah kebutuhan dasar. Oleh karena itu, masyarakat berharap pemerintah benar-benar berpihak pada prinsip keadilan energi—yakni memastikan akses listrik yang terjangkau, berkualitas, dan berkelanjutan untuk semua lapisan warga.
“Jangan sampai listrik hanya jadi hak orang mampu. Negara harus menjamin bahwa rakyat kecil pun bisa hidup layak dengan akses energi yang manusiawi,” ujar Sari.