Sumber foto: iStock

Takut! Beban Warga RI Bisa Selangit Kalau Dua Tarif Ini Naik

Tanggal: 4 Jul 2024 19:07 wib.
Bukti-bukti daya beli masyarakat melemah semakin tampak. Menurut indikator ekonomi terkini, deflasi beruntun terjadi pada Mei dan Juni 2024, yang mencerminkan penurunan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dari data Bank Indonesia (BI), dimana IKK Mei 2024 turun menjadi 125,2 dari posisi April 2024 di level 125,2. Dari sisi pembelian, terjadi penurunan pada barang-barang berdaya tahan lama atau durable goods, mengindikasikan lemahnya daya beli masyarakat.

Data dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) juga menunjukkan penjualan wholesales atau penjualan dari pabrik ke diler sepanjang Januari-Mei 2024 turun hingga 21% dibandingkan tahun sebelumnya, yakni dari 334.969 unit menjadi 423.771 unit. Jelas terlihat bahwa pelemahan daya beli masyarakat berisiko semakin memburuk.

Selain itu, wacana pemerintah akan menaikkan harga-harga energi bersubsidi seperti bahan bakar minyak (BBM) dan listrik, serta Pajak Pertambahan Nilai (PPN) juga menjadi perhatian utama. Menurut Dewan Pakar Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Danang Girindrawardana, kenaikan tarif listrik atau tarif bahan bakar akan menjadi masalah serius bagi masyarakat. Hal ini diperparah dengan bertebaran angka pemutusan hubungan kerja (PHK) beberapa tahun terakhir, membuat masyarakat kehilangan sumber pendapatan dari pekerjaan formal. Ini menyebabkan daya beli merosot, tergambar dari data deflasi dua bulan terakhir.

Data dari Satu Data Kementerian Ketenagakerjaan juga menunjukkan bahwa ada peningkatan jumlah orang tenaga kerja di Indonesia yang terdampak PHK sebesar 48,48% dibandingkan tahun sebelumnya. 

Selain tarif operasional yang berpotensi naik, kalangan pengusaha juga mengkhawatirkan kenaikan PPN menjadi 12% pada 2025 mendatang. Ini disebut sebagai momok menakutkan bagi dunia usaha dan perekonomian Indonesia oleh Tim Analis Kebijakan Ekonomi Apindo, Ajib Hamdani. Penurunan daya beli dapat menekan pertumbuhan ekonomi, oleh karena itu, dibutuhkan insentif bagi pendorong daya beli, terutama bagi kelas menengah.

Selain itu, kebijakan yang pro mendukung peningkatan pendapatan kelas menengah juga menjadi perhatian. Kebijakan seperti membiarkan upah minimum tumbuh lebih tinggi sesuai dengan inflasi bisa menjadi solusi untuk mendorong daya beli warga menengah. Jika tidak dilakukan, daya beli dan konsumsi akan terus turun hingga menganggu dunia usaha dan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Menurut Chief Economist Trimegah Sekuritas, Fakhrul Fulvian, pemerintah harus fokus pada peningkatan pendapatan masyarakat dalam beberapa tahun ke depan.

 
Copyright © Tampang.com
All rights reserved