Susahnya Mencari Pembeli Baru, Tantangan Ecommerce dalam Meraih Keuntungan
Tanggal: 12 Nov 2024 10:54 wib.
Perusahaan-perusahaan ecommerce di Asia Tenggara menghadapi kesulitan untuk menarik pengguna baru. Mereka kini harus berusaha lebih keras untuk mempertahankan pelanggan yang sudah setia agar lebih sering berbelanja. Hal ini menjadi tantangan besar karena perubahan pola pertumbuhan bisnis ecommerce di kawasan tersebut.
Berdasarkan laporan e-Conomy SEA 2024 yang diterbitkan oleh Google, Temasek, dan Bain & Company, perusahaan-perusahaan ecommerce di Asia Tenggara kini harus menemukan keseimbangan antara meningkatkan pendapatan dan mencapai profitabilitas.
Menurut laporan tersebut, pemain utama di industri ecommerce mencapai keuntungan melalui kampanye pemasaran yang disiplin dan optimalisasi fee penjual. Namun, untuk mempertahankan pertumbuhan, sebagian dari laba tersebut harus dikembalikan untuk subsidi pelanggan.
Jumlah transaksi ecommerce di Asia Tenggara pada 2024 diperkirakan naik 15 persen melewati US$ 159 miliar dengan pendapatan meningkat 13 persen melampaui US$ 35 miliar. Namun, upaya untuk meningkatkan pendapatan dengan lebih efisien, terutama dalam memotong kerugian, menyebabkan margin EBITDA industri ecommerce di Asia Tenggara menyusut menjadi 10 persen.
Para perusahaan ecommerce berusaha menggenjot pendapatan dengan menaikkan komisi yang dikenakan kepada penjual di platform masing-masing. Laporan Google juga mengungkap bahwa besaran komisi yang dipungut oleh platform ecommerce di Asia Tenggara terus meningkat dan hampir mencapai "batas atas" yang terbentuk di pasar ecommerce China.
Selain itu, tambahan iklan juga menjadi sumber pendapatan lain, terutama dari pendapatan iklan video commerce. Namun, di sisi lain, biaya pemasaran dan penjualan juga terus meningkat karena persaingan yang semakin ketat.
Perubahan Pola Pertumbuhan Bisnis Ecommerce
Sebelumnya, pertumbuhan pendapatan ecommerce didominasi oleh pengguna baru. Namun, saat ini, 60-70% pertumbuhan pendapatan ecommerce berasal dari pengguna lama. Hal ini menggambarkan perubahan pola pertumbuhan bisnis ecommerce yang sekarang lebih mengandalkan pelanggan setia daripada pengguna baru.
Data yang diperoleh dari laporan Google, Temasek, dan Bain menunjukkan bahwa frekuensi belanja di platform ecommerce meningkat secara signifikan dari 3-4 kali per tahun pada 2012 menjadi 27-32 kali per tahun pada 2024.
Selain itu, konsumen juga lebih percaya diri untuk berbelanja barang sehari-hari melalui ecommerce, ditandai dengan turunnya nilai transaksi per belanja dari US$ 18-23 pada 2012 menjadi US$ 13-15 pada 2024.
Pertumbuhan transaksi ecommerce berbeda-beda untuk setiap kategori produk. Fesyen, contohnya, merupakan kategori produk yang pertumbuhannya sudah mencapai puncak. Produk fesyen yang dibeli melalui ecommerce kini sudah mendominasi total penjualan baik secara daring maupun luring.
Selain itu, produk kecantikan dan perawatan tubuh juga merupakan kategori yang sudah mendominasi transaksi ecommerce. Namun, kategori ini diperkirakan masih akan terus berkembang seiring dengan munculnya merek-merek baru yang fokus menjual produknya secara online.
Sementara itu, dua kategori yang pertumbuhannya diperkirakan akan semakin pesat adalah produk makanan segar serta kebutuhan sehari-hari (groceries) dan produk furnitur. Kategori elektronik juga diperkirakan akan mempertahankan laju pertumbuhan meskipun tidak sepesat kedua kategori sebelumnya.