Subsidi Energi Membengkak, Masyarakat Tetap Tertekan Harga! Siapa yang Sebenarnya Diuntungkan?
Tanggal: 11 Mei 2025 10:00 wib.
Tampang.com | Pemerintah kembali menaikkan alokasi subsidi energi dalam APBN 2025 menjadi lebih dari Rp500 triliun, tertinggi dalam lima tahun terakhir. Langkah ini dilakukan di tengah lonjakan harga minyak dunia dan ketidakpastian pasokan energi global. Ironisnya, meski subsidi diperbesar, harga BBM dan listrik tetap mengalami penyesuaian. Lantas, siapa yang sebenarnya merasakan manfaat dari subsidi ini?
Harga BBM dan Listrik Naik, Daya Beli Masyarakat Menurun
Meski subsidi digelontorkan besar-besaran, harga Pertalite dan tarif listrik rumah tangga nonsubsidi tetap naik per April 2025. Hal ini berdampak langsung pada daya beli masyarakat, terutama kelas menengah ke bawah.
“Kami bingung, katanya subsidi besar, tapi tiap bulan tagihan naik. Kalau gini terus, kami harus hemat lebih ketat,” ujar Yanti, ibu rumah tangga di Bekasi.
Distribusi Subsidi Dinilai Tidak Tepat Sasaran
Ekonom INDEF menyoroti bahwa sebagian besar subsidi energi dinikmati oleh kelompok masyarakat mampu. BBM bersubsidi seperti Pertalite masih digunakan secara luas oleh kendaraan pribadi, bukan angkutan umum atau sektor produktif.
“Subsidi ini banyak bocor ke segmen yang tidak berhak. Akibatnya, uang negara habis, tapi yang dibantu justru bukan yang paling butuh,” tegas Abra Talattov, peneliti ekonomi publik.
APBN Tertekan, Anggaran Sektor Lain Tersisih
Dengan membengkaknya subsidi energi, anggaran untuk sektor strategis seperti pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial berpotensi tergerus. Pemerintah berada dalam posisi sulit: menenangkan publik dengan subsidi, tapi harus mengorbankan prioritas lain.
“Kita menghadapi pilihan sulit. Tapi kalau subsidi tidak efisien, kita bisa kehilangan momentum pembangunan jangka panjang,” tambah Abra.
Solusi: Reformasi Subsidi dan Penguatan Bantuan Langsung
Pakar kebijakan fiskal menyarankan reformasi skema subsidi energi, dari berbasis komoditas menjadi berbasis penerima manfaat langsung. Ini bisa mengurangi kebocoran dan tepat sasaran.
“Bantuan langsung tunai atau subsidi digital untuk warga miskin bisa lebih adil dibanding subsidi BBM yang terbuka luas,” kata Titi Anggraini, pemerhati kebijakan publik.