Strategi Perbankan untuk Menekan Risiko Likuiditas pada Penarikan Dana Jumbo Nasabah DPK Wholesale

Tanggal: 12 Jun 2024 14:46 wib.
Beberapa bank berupaya untuk mengurangi dan mencegah risiko likuiditas dari nasabah dana pihak ketiga (DPK) di segmen wholesale ketika terjadi penarikan dana besar-besaran, seperti yang baru-baru ini terjadi pada PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS), dimana PP Muhammadiyah mengalihkan dana simpanannya dari BSI ke bank lain.

Menurut Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah Redjalam, penarikan dana secara mendadak oleh nasabah dengan nilai simpanan yang besar merupakan pukulan bagi bank. Hal ini disebabkan oleh kurangnya ketersediaan dana dalam jumlah besar yang dapat diambil sewaktu-waktu oleh bank.

Menurut Piter, tekanan terhadap likuiditas tersebut dapat menciptakan masalah baru bagi BSI. Oleh karena itu, BSI perlu mencari cara untuk mengatasi masalah ini, mengingat PP Muhammadiyah merupakan organisasi Muslim dengan sistem pengelolaan keuangan terbesar dan terpusat.

PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) menjelaskan bahwa untuk menjaga keberlanjutan likuiditas dan menurunkan risiko konsentrasi kepada nasabah besar DPK di segmen wholesale, BTN sedang fokus untuk mengembangkan segmen retail dan midsize. 

Menurut Jasmin, Direktur Distribution and Institutional Funding BTN, BTN juga berusaha untuk menjaga risiko konsentrasi likuiditas tidak lebih dari 25% dari total DPK.

Data terbaru menunjukkan bahwa DPK BTN per kuartal I-2024 tumbuh 11,9% menjadi Rp357,7 triliun, dibandingkan dengan periode sebelumnya sebesar Rp 319,6 triliun. 

Jasmin juga menyatakan bahwa per Maret 2024, DPK di segmen wholesale tumbuh sekitar 12% sementara retail tumbuh sekitar 8%. Hal ini sejalan dengan strategi BTN untuk fokus ke CASA guna menurunkan COF. Porsi DPK Wholesale/lembaga BTN sekitar 80% dan DPK retail sekitar 20%.

Sementara itu, Presiden Direktur PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA), Lani Darmawan, mengungkapkan bahwa DPK yang berasal dari wholesale hanya sekitar 34% dari total DPK. Sisanya berasal dari ritel dan UKM.

Lani menyatakan bahwa dari sisi risiko, hal ini lebih dapat dikelola dengan baik karena faktor risiko run off lebih kecil. 

"CIMB juga menargetkan pertumbuhan positif dari seluruh bisnis tetapi lebih banyak ke ritel dan UKM untuk likuiditas yang lebih stabil," tambahnya.

Data terbaru menunjukkan bahwa per Maret 2024, DPK CIMB Niaga mencapai Rp 248,0 triliun, meningkat sebesar 3,3% yoy, menunjukkan rasio current account and savings account (CASA) yang baik, sebesar 64,6%.

Berdasarkan analisis dari beberapa bank terkait strategi untuk menekan risiko likuiditas, dapat dilihat bahwa beberapa bank telah mengambil langkah konkret untuk mempersiapkan diri menghadapi penarikan dana besar-besaran dari nasabah DPK wholesale. Upaya ini antara lain dilakukan melalui pembagian portofolio DPK ke segmen retail dan midsize, serta peningkatan fokus pada pertumbuhan bisnis ke segmen ritel dan UKM untuk menciptakan likuiditas yang lebih stabil. Meski begitu, perbankan perlu terus mengembangkan strategi yang lebih kuat dan terukur dalam menekan risiko likuiditas yang mungkin timbul akibat penarikan dana besar-besaran dari nasabah DPK wholesale. Menjaga keseimbangan antara likuiditas dan pertumbuhan DPK merupakan hal yang strategis bagi kelangsungan bisnis perbankan.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved