Strategi Bertahan Anak Muda Hadapi KPR Bunga Floating: Dari Side Job hingga Pindah Bank
Tanggal: 30 Mei 2025 22:32 wib.
Tampang.com , Indonesia – Ketidakpastian ekonomi global turut menekan kondisi keuangan anak muda yang sedang menjalani Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Mayoritas dari mereka kini harus memutar otak untuk menyiasati pembayaran cicilan, salah satunya dengan mengambil pekerjaan tambahan atau side job.
Perjuangan Ichsan: Side Job untuk Keseimbangan Keuangan
Ichsan (30), warga Cisauk, Kabupaten Tangerang, adalah salah satu contoh. Ia mengaku harus mengambil pekerjaan sampingan agar penghasilannya cukup untuk menutupi kebutuhan keluarga, biaya hidup, dan cicilan rumah. “Cicilan berdampak ke pengeluaran. Agak sulit menabung. Sekarang bertahan dengan ambil side job di luar pekerjaan utama,” kata Ichsan kepada Kompas.com, Kamis (15/5/2025).
Ichsan mengambil KPR pada 2018 melalui Bank Rakyat Indonesia (BRI). Tiga tahun pertama ia menikmati sistem bunga tetap (flat), namun sejak tahun keempat, cicilannya beralih ke bunga mengambang (floating). Cicilan awalnya Rp 5,2 juta, kini naik menjadi Rp 5,5 juta. Meskipun ada kenaikan, ia belum merasa perlu mengajukan restrukturisasi atau menjual rumahnya.
“Saat awal, bank sudah jelaskan risiko bunga bisa naik. Jadi saya memang sudah bersiap ambil pekerjaan tambahan,” katanya. Ichsan berharap pemerintah dapat menjaga suku bunga tetap rendah agar cicilan KPR sistem floating tidak semakin memberatkan.
Kekhawatiran Lynda: Mempelajari Restrukturisasi dan Menjaga Stabilitas Ekonomi
Senada dengan Ichsan, Lynda (30), karyawan swasta asal Tangerang Selatan, juga merasakan dampak kenaikan cicilan. Ia mengambil KPR pada 2020 lewat BRI dengan skema bunga tetap dua tahun pertama, lalu beralih ke bunga mengambang. Cicilan awalnya Rp 2,3 juta, kini naik menjadi Rp 2,7 juta. Untuk sementara, ia juga mengambil pekerjaan tambahan. “Sekarang triknya lebih ke side job. Tapi aku lagi berniat restrukturisasi,” ucap Lynda, Selasa (27/5/2025).
Meskipun gaji utamanya cukup untuk biaya hidup dan cicilan, kebutuhan tersier dan kegiatan sosial membuatnya perlu penghasilan tambahan. Lynda juga mengakui bahwa bank sudah memberikan simulasi mengenai skema bunga flat dan floating sejak awal.
Dengan tenor cicilan yang masih panjang, Lynda sempat khawatir jika terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan mempertimbangkan menjual rumah jika hal itu terjadi. Ia berharap pemerintah menjaga stabilitas ekonomi agar para debitur bisa tetap melunasi KPR. Ia juga meminta bank aktif menyosialisasikan skema cicilan yang bisa meringankan nasabah. “Sesimpel jaga harga sembako deh kalau enggak bisa bantu yang skala besar,” katanya.
Solusi Suci: Pindah Bank untuk Bunga Lebih Stabil
Cerita berbeda datang dari Suci (33), warga Bogor, yang mengambil langkah lebih jauh untuk mengatasi fluktuasi bunga KPR. Ia memilih memindahkan kredit (take over) KPR dari Bank BTN ke Bank Syariah Indonesia (BSI) agar cicilan lebih stabil. “Awalnya dari BTN, bunganya floating. Akhirnya saat pandemi kami pindah ke BSI yang bunganya flat,” kata Suci, Rabu (9/4/2025).
Sejak pindah ke BSI, cicilan KPR-nya lebih mudah dikelola dan ia tidak lagi menghadapi fluktuasi bunga. Bahkan ketika ia terkena PHK dan hanya mengandalkan gaji suami, pembayaran cicilan tetap lancar.
Suci menyarankan debitur lain untuk mempertimbangkan pindah ke bank yang menawarkan bunga tetap. Namun, ia mengingatkan agar langkah tersebut dilakukan dengan perhitungan matang. “Kalau ada uang, take over ke bank syariah atau yang bunganya flat. Tapi harus tetap hati-hati,” tuturnya. Ia juga mengingatkan agar keluarga dengan dua sumber penghasilan mengatur pengeluaran lebih cermat agar cicilan tetap aman.
Kisah-kisah ini menunjukkan bahwa anak muda Indonesia terus beradaptasi dan mencari cara kreatif untuk menghadapi tantangan finansial dalam mewujudkan mimpi memiliki rumah di tengah dinamika ekonomi global