Startup Lokal Berguguran, Apakah Ekonomi Digital Kita Terlalu Rapuh?
Tanggal: 12 Mei 2025 22:25 wib.
Tampang.com | Setelah euforia pertumbuhan startup selama pandemi, kini Indonesia menghadapi kenyataan pahit: gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal di berbagai perusahaan teknologi. Dari sektor e-commerce, edutech, hingga fintech, satu demi satu startup lokal melakukan perampingan besar-besaran.
Pertanyaannya, apakah ini gejala normal dari ekosistem yang sedang matang, atau justru bukti bahwa ekonomi digital kita dibangun di atas model yang rapuh?
PHK Massal Tersebar Luas, Tapi Minim Transparansi
Sepanjang 2024, setidaknya 15 startup besar di Indonesia telah melakukan PHK dalam jumlah besar. Nama-nama yang sebelumnya dielu-elukan karena valuasinya kini bergulat dengan efisiensi biaya dan arus kas yang tersendat.
Namun, banyak perusahaan tidak transparan terkait alasan PHK. Para pekerja sering kali hanya diberi pemberitahuan mendadak, tanpa kejelasan hak dan skema pesangon.
“Ekonomi digital kita tampaknya tumbuh terlalu cepat, tapi tidak dibarengi dengan kedewasaan manajerial dan keberlanjutan bisnis,” ujar Indah Purnamasari, analis industri digital dari TechnoVox.
Model Bisnis Bakar Uang Gagal Beradaptasi
Selama bertahun-tahun, banyak startup bertahan dengan strategi “bakar uang” — mengandalkan suntikan dana investor untuk menggaet pengguna tanpa fokus pada profitabilitas. Ketika pendanaan makin sulit di era post-pandemi, banyak di antaranya limbung.
“Model bisnis yang tidak realistis akhirnya tumbang ketika investor mulai minta hasil nyata,” kata Indah.
Selain itu, ketergantungan pada pertumbuhan user tanpa mempertimbangkan keberlanjutan jangka panjang menjadi titik lemah. Banyak startup gagal melakukan pivot ketika tren pasar berubah.
Ekosistem yang Belum Siap Melindungi Pekerja Digital
Di balik kilau dunia digital, perlindungan terhadap tenaga kerja startup nyaris tidak memadai. Banyak karyawan dikontrak dalam sistem outsourcing atau status ‘kemitraan’, tanpa jaminan sosial memadai.
“Dibalik hoodie dan kantor open space, ada realitas kerja yang rapuh,” tambah Indah.
Untuk menciptakan ekosistem digital yang berkelanjutan, perlu ada kebijakan yang tidak hanya pro-pendanaan, tapi juga pro-pekerja.
Apa yang Bisa Diperbaiki?
Startup perlu memprioritaskan model bisnis yang realistis, bukan sekadar pertumbuhan vanity metrics
Pemerintah dan investor perlu mendorong transparansi keuangan dan tata kelola perusahaan
Regulasi ketenagakerjaan di sektor digital harus diperkuat
Ekosistem digital perlu memperkuat ketahanan, bukan hanya kecepatan
Ekonomi Digital Seharusnya Berarti Ekonomi Berkelanjutan
Kemajuan teknologi tidak seharusnya mengorbankan keamanan kerja dan keadilan sosial. Ekosistem startup Indonesia harus berevolusi, dari mengejar valuasi semata menjadi pencipta kesejahteraan nyata.