Staf Sri Mulyani Ungkap 5 Fakta soal Hasil Penelusuran Tas Enzy Storia
Tanggal: 20 Mei 2024 06:56 wib.
Seorang staf khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo, telah mengungkap hasil dari penelusuran yang dilakukan oleh Kementerian Keuangan terhadap keberadaan tas milik artis Enzy Storia yang konon tertahan di Bea Cukai. Melalui unggahan di akun media sosialnya, Prastowo menjabarkan beberapa fakta terkait tas tersebut setelah berkoordinasi dengan pihak Bea Cukai Bandara Soekarno-Hatta.
Salah satu fakta yang diungkapkan adalah bahwa barang tersebut, yaitu tas, sebenarnya merupakan hadiah yang dikirimkan kepada Enzy oleh seorang penjual di luar negeri sebagai kompensasi atas kesalahan dalam pengiriman sebelumnya. Kompensasi itu disertai dengan deklarasi harga yang lebih rendah dari nilai sesungguhnya, yang pada akhirnya menyebabkan tambahan biaya yang harus ditanggung.
Setelah dilakukan koreksi sesuai dengan ketentuan dan referensi harga retail, nilai koreksi atas tas tersebut justru lebih tinggi dari harga retail. Enzy kemudian memberikan izin kepada Perusahaan Jasa Titipan (PJT) untuk mengembalikan barang tersebut kepada pengirim sebagai gantinya. Namun, karena tidak ada mekanisme yang memungkinkan hal itu terjadi, tas tersebut hingga kini masih disimpan dengan baik di gudang PJT.
Prastowo menjelaskan bahwa Kementerian Keuangan telah berkoordinasi dengan pihak PJT terkait permasalahan ini. Mereka bertanggung jawab atas tambahan biaya yang timbul dan sepakat untuk melanjutkan penyelesaian barang kepada pengirim.
"Jadi bukan dikuasai Bea Cukai," katanya Sabtu (18/5)
Enzy sendiri menyampaikan kebingungannya terkait tas miliknya yang tidak diambil di Bea Cukai karena tarif pajaknya melebihi harga tas tersebut. Hal ini ia ungkapkan melalui akun media sosialnya pada tanggal 16 Mei.
Selain kasus tas Enzy Storia, Bea Cukai juga menjadi sorotan publik karena beberapa kasus yang viral di media sosial. Sejumlah warga menyuarakan keberatan terhadap perlakuan Bea Cukai yang dianggap mempersulit barang-barang impor dari luar negeri, termasuk kasus-kasus seperti pengenaan bea masuk yang tidak proporsional, termasuk sepatu yang diduga dipungut bea masuk tiga kali lipat dari harganya, serta pengiriman barang untuk sekolah luar biasa (SLB) dan action figure.
"Penasaran tas yang ngga gue tebus karena mahalan harga pajak daripada harga tasnya udah dikirim balik belum ya ke pengirim," tulis Enzy di akun X miliknya @EnzyStoria, Kamis (16/5).
Tak hanya itu, kasus hukum yang menyeret Bea Cukai juga menjadi perhatian. Mantan Kepala Bea Cukai Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Eko Darmanto, didakwa menerima suap dan melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Dalam dakwaan, Eko diduga menerima uang dari para pengusaha dengan total nilai lebih dari Rp23,5 miliar selama menjabat.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa berbagai permasalahan terkait Bea Cukai, termasuk kasus tas Enzy Storia, memiliki dampak yang signifikan bagi masyarakat dan menimbulkan kekhawatiran akan proses kepabeanan dan kinerja lembaga tersebut. Hal ini menimbulkan dorongan bagi pihak terkait, termasuk Kementerian Keuangan, untuk melakukan peningkatan dan perbaikan dalam pelayanan serta regulasi terkait bea cukai agar dapat lebih efisien dan adil untuk masyarakat secara keseluruhan.
Dengan adanya kasus-kasus tersebut, diharapkan kesadaran akan pentingnya transparansi, akuntabilitas, dan integritas dalam setiap proses kepabeanan semakin ditingkatkan guna menciptakan sistem yang lebih baik bagi masyarakat dan dunia usaha. Dengan demikian, diharapkan pula bahwa penindakan terhadap pelanggaran dalam bidang kepabeanan dapat menjadi contoh yang efektif dan membuat sistem kepabeanan menjadi lebih transparan, efisien, dan adil. Hal ini tentu saja memerlukan kerja sama dari semua pihak terkait, termasuk pemerintah, lembaga terkait, serta masyarakat umum.