Sinyal Pemangkasan Suku Bunga Fed Makin Kencang, Rupiah Berpotensi Menguat
Tanggal: 29 Jul 2024 14:52 wib.
Menurut sejumlah analis pasar keuangan, Ariston Tjendra, terdapat peluang bagi nilai tukar rupiah untuk menguat terhadap dolar AS setelah data indikator inflasi AS, PCE Price Index, menunjukkan adanya stabilitas inflasi sesuai dengan ekspektasi pasar. Hal ini memicu proyeksi dari Tjendra bahwa rupiah berpeluang untuk menguat kembali terhadap dolar AS.
"Pada saat ini, terdapat potensi penguatan rupiah menuju 16.250 per dolar AS dengan resisten potensial di kisaran 16.320 per dolar AS," ungkap Tjendra kepada Katadata.co.id.
Berdasarkan data Bloomberg pada pukul 08.54 WIB, rupiah diperdagangkan pada level 16.301 per dolar AS. Adapun level tersebut menunjukkan penguatan sebesar 51,00 poin atau sekitar 0,31%. Data PCE Price Index yang dirilis menunjukkan kenaikan tahunan sebesar 2,5%, angka ini lebih rendah dibandingkan dengan angka sebelumnya sebesar 2,6%. Tjendra menilai hasil ini membuka peluang bagi pemangkasan suku bunga acuan AS dalam tahun ini.
"Pasar berharap bahwa pemangkasan suku bunga The Fed mungkin terjadi pada bulan September," tambah Tjendra. Dikarenakan ekspektasi pemangkasan suku bunga, dolar AS melemah terhadap mata uang negara lain. Namun, di sisi lain Tjendra menyatakan bahwa pasar masih menunggu kabar terbaru dari Bank Sentral AS terkait dengan kebijakan moneter terbaru yang akan diumumkan pada pekan ini.
"Fed biasanya tidak akan secara tegas mengungkap arah kebijakannya, namun memberikan sinyal-sinyal apakah akan menuju pemangkasan atau sebaliknya. Ketidakpastian dari The Fed ini dapat mempengaruhi pergerakan dolar AS yang saat ini masih dalam kondisi konsolidatif, yang secara efektif mencegah dolar AS melemah terlalu dalam," jelas Tjendra.
Ariston juga menyoroti konflik di Timur Tengah yang sedang memanas, yang berpotensi menciptakan perang baru yang berkepanjangan. Hal ini bisa berimbas pada perlambatan pertumbuhan ekonomi global, dan menurutnya hal ini menjadi salah satu faktor yang dapat menahan pelemahan dolar AS.
Di sisi lain, pengamat komoditas dan mata uang, Lukman Leong, memperkirakan bahwa rupiah akan berkonsolidasi terhadap dolar AS dengan kecenderungan menguat yang terbatas.
"Rupiah diproyeksikan akan bergerak dalam kisaran 16.250 hingga 16.350 per dolar AS pada hari ini," ujar Leong. Menurutnya, investor saat ini cenderung bersikap wait and see, menunggu data-data penting AS dan pertemuan FOMC pada pekan ini. Leong juga menambahkan bahwa dolar AS sedikit melemah setelah data inflasi PCE menunjukkan adanya tekanan inflasi di AS yang mulai mereda.
Sementara itu, Senior Economist KB Valbury Sekuritas, Fikri Permana, memproyeksikan bahwa nilai tukar rupiah hari ini masih akan cenderung melemah. Menurutnya, rupiah kemungkinan akan terdepresiasi menuju kisaran 16.260 hingga 16.390 per dolar AS.
Fikri juga menuturkan bahwa beberapa faktor lain yang akan mempengaruhi pergerakan rupiah hari ini termasuk hasil pertemuan G20 yang berkomitmen untuk mengurangi risiko geopolitik global, dan juga antisipasi menjelang pertemuan BoJ dan FOMC.
Artikel ini juga menyoroti perlambatan pertumbuhan ekonomi global akibat konflik di Timur Tengah yang sedang memanas. Perkembangan ini menjadi salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam memproyeksikan pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Dalam pandangan para analis, terdapat peningkatan ekspektasi terhadap pemangkasan suku bunga acuan AS, yang pada gilirannya mempengaruhi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Sinyal pemangkasan suku bunga yang semakin kuat menjadi bahan pertimbangan bagi pelaku pasar dalam melakukan investasi dan perdagangan valas.
Penyebab lain yang dapat mempengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah meliputi hasil pertemuan G20, pertemuan Bank of Japan, dan pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) yang menjadi faktor penting dalam mempengaruhi pergerakan mata uang global.
Namun, terlepas dari proyeksi ini, yang dapat menyebabkan fluktuasi pasar yang signifikan, keputusan akhir tetap tergantung pada data ekonomi aktual serta kebijakan yang akan diumumkan oleh bank sentral terkait. Dalam hal ini, analisis yang cermat dan pemantauan terhadap perkembangan pasar global sangat diperlukan agar pelaku pasar dapat mengambil keputusan investasi yang tepat sesuai dengan risiko dan peluang yang ada.
Kendati demikian, kondisi geoekonomi global yang sedang dinamis, terutama akibat konflik di Timur Tengah dan faktor-faktor eksternal lainnya, membuat pergerakan nilai tukar mata uang akan tetap menjadi subjek yang terus dipantau oleh pelaku pasar dalam jangka pendek maupun jangka panjang.