Siapa Pemilik Adaro, Raksasa Batu Bara Indonesia?
Tanggal: 17 Mei 2025 13:41 wib.
Tampang.com | Adaro Energy Indonesia, yang dikenal luas sebagai salah satu perusahaan energi dan pertambangan batu bara terbesar di Tanah Air, memiliki sejarah panjang dan perjalanan yang menarik. Nama perusahaan ini bahkan mengalami dua kali perubahan dalam tiga tahun terakhir. Pada Februari 2022, melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB), PT Adaro Energy Tbk resmi berubah menjadi PT Adaro Energy Indonesia Tbk. Lalu pada November 2024, RUPSLB kembali mengubah nama menjadi PT Alamtri Resources Indonesia Tbk. Perubahan nama ini sejalan dengan strategi perusahaan untuk memisahkan bisnis batu bara dan bisnis pendukungnya, sekaligus fokus pada pengembangan proyek-proyek ramah lingkungan di level holding company.
Adaro bermula dari kepemilikan perusahaan asal Spanyol, Enadimsa (Empresa Nacional Adaro De Investigation Mineral, S.A.), sebuah BUMN yang bergerak di bidang mineral. Sejarah tambang Adaro di Indonesia dimulai pada era 1970-an ketika pemerintah Orde Baru mulai mengalihkan perhatian dari migas ke batu bara sebagai sumber energi domestik. Pada 1976, Departemen Pertambangan membagi wilayah Kalimantan Timur dan Selatan menjadi delapan blok batubara dan membuka tender bagi investor.
Enadimsa kemudian tertarik pada Blok 8 di Tanjung, Kalimantan Selatan, yang diketahui memiliki cadangan batu bara berkualitas tinggi berdasarkan survei geologi Belanda pada 1930-an dan pengeboran Pertamina pada 1960-an. Saat itu, Blok 8 dianggap lokasi terpencil dan belum ada perusahaan yang berminat. Nama “Adaro” sendiri diambil sebagai penghormatan kepada keluarga Adaro, tokoh berpengaruh dalam sejarah Spanyol.
Kontrak antara pemerintah Indonesia dan Enadimsa ditandatangani pada 2 November 1982, dan kegiatan eksplorasi berjalan dari 1983 hingga 1989. Namun, kepemilikan Adaro kemudian beralih ke konsorsium Australia-Indonesia yang mengakuisisi 80 persen saham dari Enadimsa pada 1989. Di era 1990-an, pemilik baru mengembangkan infrastruktur dengan membangun jalan tambang sepanjang 80 km di sebelah barat Sungai Barito untuk mendukung pengangkutan batu bara.
Tambang Paringin pun dibuka pada 1991, dengan menemukan batu bara berkualitas sulfur tinggi yang kemudian dikenal sebagai Envirocoal. Tambang ini berkembang menjadi salah satu tambang tunggal terbesar di belahan bumi selatan, dengan produksi yang tumbuh pesat dari 1 juta ton pada 1992 hingga kapasitas besar sekarang.