Sumber foto: google

Setumpuk PR Pemerintah Jika Ingin Gen Z di RI Bebas Pengangguran

Tanggal: 30 Mei 2024 21:39 wib.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa jumlah penduduk usia 15-24 tahun (Generasi Z/ Gen Z) yang tidak sekolah, tidak bekerja, atau tidak mengikuti pelatihan (NEET) alias menganggur hampir mencapai 10 juta orang. Dari total 44,4 juta penduduk usia 15-24 tahun pada bulan Agustus 2023, sekitar 22,5 persen atau 9,98 juta orang termasuk dalam kategori NEET. Meskipun angka ini masih cukup tinggi, namun mengalami penurunan sebesar 0,97 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya.

Jika dilihat berdasarkan lokasi tempat tinggal, jumlah NEET di perkotaan lebih tinggi, yaitu 5,23 juta orang dibandingkan di pedesaan sebanyak 4,65 juta orang. Sedangkan berdasarkan jenis kelamin, NEET terbanyak di antara perempuan, mencapai 5,72 juta orang, diikuti oleh laki-laki sebanyak 4,16 juta orang.

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menyoroti penyebab tingginya angka pengangguran di kalangan Gen Z. Menurutnya, salah satu penyebab utama adalah masih adanya pencari kerja yang belum mendapatkan pekerjaan. Data yang diungkapkannya menunjukkan bahwa pengangguran usia 18 tahun mayoritas merupakan lulusan SMA/SMK, sedangkan yang berusia 24 tahun merupakan lulusan S1/D4 dari perguruan tinggi.

Menurut Ida, pemerintah perlu mendorong pendidikan dan pelatihan kerja untuk terus beradaptasi dengan kebutuhan pasar kerja. Ia juga menyatakan pentingnya penyesuaian pendidikan dan pelatihan dengan kebutuhan pasar kerja untuk mengatasi tingginya angka pengangguran di kalangan Gen Z.

Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, menyatakan bahwa pemerintah perlu mencari solusi untuk mengurangi pengangguran, terutama di kalangan Gen Z yang saat ini porsinya dinilai relatif besar. Menurutnya, proses identifikasi kelompok pendidikan mana yang mendominasi karakteristik pengangguran di Indonesia menjadi penting karena akan berhubungan dengan upaya pemerintah dalam menciptakan lapangan kerja.

Yusuf juga menegaskan pentingnya kolaborasi kebijakan untuk mendorong pertumbuhan industri manufaktur, terutama di periode bonus demografi di Indonesia. Selain itu, ia juga menyatakan bahwa program Kartu Prakerja yang dimiliki pemerintah harus diimbangi dengan upaya menciptakan lapangan kerja yang lebih besar.

Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution (ISEAI), Ronny P. Sasmita, menyoroti urgensi akselerasi investasi agar semakin banyak lapangan kerja tersedia. Menurutnya, pemerintah juga harus mendorong investasi di sektor-sektor sesuai dengan passion dan skill yang dimiliki anak muda, seperti sektor ekonomi digital, ekonomi kreatif, dan pariwisata. Ronny juga mengingatkan pentingnya program-program pelatihan kerja yang disesuaikan dengan kebutuhan dunia usaha dan industri.

Pengamat ketenagakerjaan, Payaman Simanjuntak, menilai perluasan kesempatan kerja merupakan langkah penting yang harus dilakukan pemerintah. Ia menggarisbawahi pentingnya mendukung usaha kecil dan menyerap pengangguran Gen Z, sebagian besar dari mereka berpendidikan rendah. Payaman juga menekankan perlunya pemerintah untuk segera mengambil tindakan dalam membekali Gen Z dengan keterampilan dan sikap kewirausahaan serta memanfaatkan teknologi digital.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved