Sumber foto: Google

RUPTL PLN 2025-2034 Diluncurkan: Indonesia Dorong Transisi Energi, 76 Persen Pembangkit Baru dari EBT

Tanggal: 26 Mei 2025 22:59 wib.
Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) secara resmi meluncurkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) 2025-2034. Dokumen strategis ini menjadi peta jalan bagi penambahan kapasitas pembangkit listrik nasional, dengan target ambisius yang secara signifikan mengedepankan energi baru terbarukan (EBT).

Dalam RUPTL terbaru ini, kapasitas pembangkit listrik nasional direncanakan bertambah total 69,5 gigawatt (GW) hingga tahun 2034. Angka ini mencerminkan komitmen kuat pemerintah dalam memenuhi kebutuhan energi masa depan sekaligus transisi menuju energi yang lebih bersih.

Yang menarik dari komposisi penambahan kapasitas ini adalah dominasi EBT. Dari total 69,5 GW, sebanyak 42,6 GW akan berasal dari pembangkit EBT, 10,3 GW dari storage (penyimpanan energi), dan sisanya 16,6 GW dari energi fosil. Ini berarti 76 persen dari penambahan kapasitas baru akan didominasi oleh EBT.

"Ke depan kita membutuhkan 69,5 GW listrik yang mulai dari 2025 sampai dengan 2034. Ini peluang yang sangat bagus sekali dan hasilnya adalah 76 persen itu menuju kepada energi baru terbarukan," ujar Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dalam konferensi pers di Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (26/5/2025). Pernyataan Bahlil menegaskan fokus pemerintah pada keberlanjutan energi.

Secara terperinci, penambahan kapasitas pembangkit listrik sebesar 69,5 GW itu akan dibagi dalam dua tahap, masing-masing untuk periode lima tahunan. Tahap pertama, yaitu periode 2025-2029, yang bertepatan dengan masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, menargetkan tambahan kapasitas pembangkit mencapai 27,9 GW.

Pada lima tahun pertama ini, komposisi pembangkit masih akan didominasi oleh energi fosil sebesar 12,7 GW atau 45 persen dari total penambahan. Sementara itu, EBT akan menyumbang 12,2 GW atau 44 persen, dan storage sebesar 3 GW atau 11 persen. Ini menunjukkan fase transisi awal yang masih mengakomodasi kebutuhan energi fosil.

Kemudian, pada periode kedua, yaitu 2030-2034, akan ada penambahan kapasitas pembangkit yang jauh lebih besar, yakni sebesar 41,6 GW. Di fase ini, porsi EBT akan meningkat drastis menjadi 30,4 GW atau 73 persen dari total penambahan. Pembangkit fosil hanya akan berkontribusi 3,9 GW atau 10 persen, dan kapasitas storage sebesar 7,3 GW atau 17 persen. Ini menunjukkan percepatan transisi energi di paruh kedua dekade.

"Rencana penambahan pembangkit 2025-2034 kami bagi dua, 5 tahun pertama dan 5 tahun kedua supaya kita bisa mengecek detail. Lima tahun pertama totalnya 27,9 GW dan 5 tahun kedua 41,6 GW," jelas Bahlil, menunjukkan pendekatan terukur dalam perencanaan pembangunan listrik.

Secara geografis, penambahan kapasitas juga direncanakan tersebar merata di seluruh wilayah Indonesia. Untuk wilayah Jawa, Madura, dan Bali, total tambahan kapasitas pembangkit direncanakan sebesar 33,5 GW, dengan porsi penambahan EBT sebesar 19,6 GW.

Wilayah Sumatra direncanakan penambahan kapasitas pembangkit sebesar 15,1 GW, dengan porsi EBT sebesar 9,5 GW. Lalu di Kalimantan, kapasitas pembangkit direncanakan bertambah 5,8 GW, dengan porsi EBT sebesar 3,5 GW.

Untuk wilayah Sulawesi, kapasitas pembangkit direncanakan bertambah 10,4 GW, dengan porsi EBT sebesar 7,7 GW. Serta untuk wilayah Maluku, Papua, dan Nusa Tenggara, direncanakan tambahan kapasitas pembangkit sebesar 4,7 GW, dengan porsi EBT sebesar 2,3 GW.

"Maluku dan Papua ini kita dorong, memang harus kita mempertimbangkan juga adalah tingkat pemakaian listriknya. Jadi, industri-industri kita harus bangun dulu di sana," kata Bahlil, mengindikasikan bahwa pembangunan infrastruktur kelistrikan di wilayah timur akan beriringan dengan pengembangan industri untuk menciptakan permintaan energi yang lebih besar.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved