Sumber foto: pinterest.com

Rupiah Terus Melemah: Dampak dan Strategi Mengatasinya

Tanggal: 19 Apr 2024 08:38 wib.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terus menurun sejak 6 April 2024 dan sudah mencapai Rp16 ribu. Hal ini memunculkan keprihatinan, terutama di kalangan pengusaha. Pada hari pertama perdagangan setelah liburan Lebaran, Selasa, 16 April 2024, nilai tukar rupiah turun 240 poin atau 1,51 persen menjadi Rp16.088 per dolar AS dari penutupan perdagangan sebelumnya pada 5 April 2024 sebesar Rp15.848 per dolar AS. Pelemahan rupiah berlanjut hingga Rabu, di mana kurs ditutup melemah 44 poin atau 0,28 persen menjadi Rp16.220 per dolar AS. Namun pada Kamis pagi, 18 April 2024, kurs rupiah menguat 43 poin atau 0,27 persen menjadi Rp16.177 per dolar AS. Diperkirakan rupiah berpeluang rebound terhadap dolar AS karena aksi ambil untung setelah penguatan dolar AS belakangan ini.

Pelemahan rupiah diduga disebabkan oleh kondisi eksternal, di mana data indikator ekonomi AS terlihat masih solid selama libur Lebaran, membuat ekspektasi pemotongan suku bunga Bank Sentral AS bergeser lebih lama. Selain itu, ketegangan geopolitik di Timur Tengah pasca-penyerangan Iran ke Israel pada 13 April 2024 juga memperparah ketidakpastian global. Faktor musiman seperti pembayaran deviden dan kupon ke non-resident serta pembayaran pokok utang luar negeri yang meningkat setiap kuartal kedua juga menjadi penyebab pelemahan rupiah di sisi internal.

Menurut Head of Macroeconomic and Financial Market PermataBank, Faisal Rachman, tekanan rupiah masih tinggi dalam jangka pendek, namun ada peluang penguatan rupiah mendekati akhir tahun. Meski rupiah telah menyentuh Rp16.000 per dolar AS, pelemahan rupiah saat ini tidak seperti masa pandemi COVID-19 yang membawa dampak negatif pada pertumbuhan ekonomi. Posisi pelemahan rupiah saat ini juga jauh berbeda dengan krisis tahun 1998, karena kondisi fundamental ekonomi Indonesia dinilai masih cukup baik.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan bahwa fundamental perekonomian Indonesia cukup kuat dengan pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen dan inflasi yang terjaga. Merespons kondisi terkini, Airlangga menyatakan pentingnya menjaga stabilitas keuangan, terutama untuk mengantisipasi dampak konflik antara Iran dan Israel yang berdampak pada penurunan nilai tukar mata uang terhadap dolar AS.

Dampak Pelemahan Rupiah

Pelemahan rupiah akan memberikan dampak langsung pada sektor-sektor yang banyak melakukan impor untuk memenuhi kebutuhan input produksi, seperti industri makanan dan minuman, farmasi, dan kimia. Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) pun berharap Bank Indonesia (BI) bisa segera melakukan intervensi untuk memulihkan nilai tukar rupiah agar dampaknya tidak terlalu berat bagi sektor tersebut.

Sementara dari pihak perbankan, fluktuasi nilai tukar yang moderat tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap bisnis perbankan. Bank-bank dengan portofolio bisnis luar negeri dalam porsi besar, terutama terkait kegiatan treasury, trade financing, dan international banking yang erat dengan valuta asing, dapat merasakan dampak dari pelemahan rupiah. Namun, eksposur neto untuk valuta asing di perbankan masih tergolong kecil dengan rasio posisi devisa neto (PDN) sebesar 1,44 persen di akhir tahun 2023.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Abdul Manap Pulungan, menilai bahwa penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) valuta asing terhadap total DPK di industri perbankan saat ini masih relatif rendah, begitu pula dari sisi penyaluran kredit dalam valuta asing. Industri perbankan tidak terkena dampak signifikan atas pelemahan rupiah yang terjadi belakangan.

Menaikkan Suku Bunga Acuan BI-Rate?

Muncul opsi untuk menaikkan suku bunga acuan atau BI-rate dalam upaya menahan laju pelemahan rupiah agar tidak semakin dalam. Namun, ekonom sekaligus mantan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menilai keputusan untuk menaikkan BI-rate bukan langkah yang tepat mengingat penguatan dolar AS terjadi terhadap hampir semua mata uang negara lainnya.

Faisal, ekonom dari PermataBank, memandang bahwa langkah untuk menaikkan suku bunga acuan akan menjadi opsi terakhir bagi BI untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. BI memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan di level 6 persen pada Maret lalu. BI, sebagai bank sentral yang mengatur kebijakan moneter di Indonesia, memiliki langkah andalan untuk menahan laju pelemahan rupiah, salah satunya dengan melakukan intervensi rangkap tiga atau triple intervention.

Kepala Departemen Pengelolaan Moneter (DPM) BI, Edi Susianto, menyatakan bahwa BI menjaga keseimbangan pasokan dan permintaan valuta asing di pasar melalui triple intervention yang terutama dilakukan di spot dan domestic non-deliverable forward (DNDF). BI juga meningkatkan daya tarik aset rupiah untuk mendorong aliran modal asing seperti lewat Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dan hedging cost. Untuk menahan pelemahan rupiah lebih lanjut, BI masih memiliki amunisi yang cukup kuat didukung oleh cadangan devisa yang masih tinggi sebesar 140,4 miliar dolar AS pada akhir Maret 2024.

Terlepas dari upaya BI, pemerintah juga memiliki peran penting dalam menjaga inflasi dan mendukung penguatan rupiah. Pemerintah perlu menjaga inflasi dengan menurunkan inflasi pangan. Inflasi pangan merupakan salah satu faktor penyebab inflasi Indonesia yang saat ini kembali meningkat. Dengan inflasi yang stabil dan rendah, maka instrumen keuangan Indonesia akan lebih menarik bagi investor asing, yang berpotensi mendukung penguatan rupiah.

Pelemahan rupiah selain menjadi perhatian, juga memberikan sejumlah strategi yang dapat dilakukan oleh pelaku ekonomi, baik pemerintah, bank sentral, maupun pelaku usaha, untuk menjaga stabilitas nilai tukar dan menghindari dampak yang terlalu berat bagi perekonomian Indonesia. Masih ada peluang bagi Indonesia untuk memperkuat posisi ekonomi dan menarik aliran modal asing, namun langkah-langkah strategis perlu segera diimplementasikan untuk mengatasinya.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved