Rumor Merger Grab-GoTo Menguat, Pakar Desak Pemerintah Ambil Sikap Tegas
Tanggal: 17 Mei 2025 13:14 wib.
Tampang.com | Isu rencana merger antara dua raksasa teknologi, Grab dan GoTo, kembali mencuat dan memantik perhatian publik. Di tengah derasnya arus digitalisasi, muncul kekhawatiran bahwa dominasi satu entitas asing dalam ekosistem digital nasional bisa berdampak serius terhadap keberlangsungan ekonomi lokal dan kedaulatan digital Indonesia.
Pakar investasi dan startup Raymond Chin menyoroti bahwa pemerintah perlu turun tangan secara aktif menanggapi rumor ini. Menurutnya, merger dua perusahaan besar yang menguasai layanan transportasi dan ekonomi digital berpotensi menciptakan monopoli yang merugikan masyarakat, terlebih karena Grab merupakan perusahaan asal Singapura.
“Segala jenis bisnis yang berpengaruh ke kesejahteraan dan lapangan kerja masyarakat Indonesia harus benar-benar diawasi. Jangan sampai jatuh ke satu entitas yang terlalu besar untuk gagal (too big to fail),” ujar Raymond, Sabtu (17/5/2025).
Ekonomi Digital Bukan Sekadar Angka
Raymond menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara perusahaan lokal dan asing di dalam ekosistem digital. Tahun ini saja, ekonomi digital Indonesia diperkirakan mencapai USD 130 miliar atau sekitar 44 persen dari total ekonomi digital Asia Tenggara.
“Ekonomi digital adalah masa depan. Jangan hanya dilihat dari sudut angka, tapi dari aspek simbolis dan harapan nasional. Indonesia masih punya peluang besar untuk tumbuh mandiri,” tegasnya.
Pasar Ride-Hailing Indonesia dan Dominasi Asing
Industri ride-hailing di Indonesia saat ini dikuasai oleh empat pemain utama: GoTo, Grab, Maxim, dan inDrive. GoTo memiliki sekitar 3,1 juta pengemudi dan 4 juta UMKM, sedangkan Grab mencatatkan 2,8 juta pengemudi dan 2 juta UMKM.
Kondisi di Indonesia berbeda dari beberapa negara tetangga seperti Thailand, Filipina, Singapura, dan Malaysia, di mana Grab mendominasi pasar secara signifikan. Bahkan, di Malaysia, izin operasi Maxim dan inDrive akan dicabut mulai Juli 2025 — memperkuat dominasi Grab di kawasan tersebut.
Grab Buka Suara, Tegaskan Komitmen Lokal
Menanggapi spekulasi merger, Grab Indonesia menyatakan belum bisa memberikan komentar lebih jauh. Tirza Munusamy, Chief of Public Affairs Grab Indonesia, menyebutkan bahwa isu merger tersebut belum berdasarkan informasi yang terverifikasi.
“Fokus kami adalah memberdayakan pelaku ekonomi kecil dan membuka peluang penghasilan mandiri bagi masyarakat Indonesia,” jelas Tirza.
Ia juga membantah tudingan dominasi asing dalam operasi Grab Indonesia. Meskipun berbentuk Penanaman Modal Asing (PMA), 99% dari seluruh karyawan Grab Indonesia adalah Warga Negara Indonesia (WNI), termasuk seluruh jajaran manajemen, kecuali satu orang WNA.
“Kami bangga bahwa Grab Indonesia adalah karya kolektif dari orang Indonesia untuk Indonesia,” tegasnya.
Langkah Pemerintah Dinanti
Di tengah dinamika pasar digital dan potensi konsolidasi besar seperti Grab-GoTo, para ahli mendorong agar pemerintah tidak hanya menjadi penonton. Kebijakan strategis dan regulasi yang berpihak pada keseimbangan ekosistem digital sangat diperlukan untuk melindungi keberlanjutan ekonomi lokal, terutama UMKM dan tenaga kerja digital.
Merger atau tidak, satu hal yang jelas: masa depan digital Indonesia tidak boleh diserahkan sepenuhnya ke tangan asing.