Sumber foto: Ilham Noer

Resesi dan Retorika: Antara Solusi dan Janji Manis Politisi

Tanggal: 15 Apr 2025 14:51 wib.
Resesi adalah momok yang sering menghantui dunia ekonomi. Ketika sebuah negara masuk dalam fase resesi, pertumbuhan ekonomi melambat, pengangguran meningkat, dan daya beli masyarakat menurun. Dalam kondisi ini, janji politik para pemimpin sering kali muncul sebagai harapan yang menggiurkan. Namun, seberapa nyata solusi yang ditawarkan dalam situasi sulit ini menjadi pertanyaan yang menarik untuk dibahas.

Secara sederhana, resesi dapat diartikan sebagai penurunan aktivitas ekonomi yang berlangsung selama dua kuartal berturut-turut. Di Indonesia, resesi sering kali diukur melalui indikator seperti Produk Domestik Brut (PDB), tingkat pengangguran, dan inflasi. Saat resesi melanda, berbagai sektor industri akan merasakan dampak negatif. Hal ini menjadi tantangan besar bagi pemerintahan dalam menciptakan kebijakan yang efektif untuk memulihkan pertumbuhan ekonomi.

Para politisi, dalam upaya mengatasi resesi, kerap kali mengeluarkan berbagai janji politik yang bertujuan untuk memperoleh dukungan publik. Mereka berjanji akan menciptakan lapangan pekerjaan, merangsang investasi, dan menstabilkan harga barang kebutuhan pokok. Namun, realisasi janji politik ini sering kali tidak sejalan dengan kenyataan di lapangan. Rencana strategis yang dicanangkan bisa terganjal oleh berbagai faktor, mulai dari birokrasi yang lamban hingga korupsi.

Selain itu, retorika politik dalam situasi resesi cenderung dramatik. Politisi biasanya menggunakan istilah-istilah yang memikat, seperti "Visi Ekonomi Maju" atau "Indonesia Emas." Retorika semacam ini berfungsi untuk membangkitkan harapan rakyat akan perbaikan ekonomi, tetapi tidak jarang juga menjadi alat untuk menarik suara. Di saat masyarakat membutuhkan kepastian, mereka mungkin lebih tertarik pada janji-janji manis daripada realitas pahit yang harus dihadapi.

Sementara itu, dalam dunia yang semakin terhubung, fenomena resesi tidak hanya menjadi masalah lokal tetapi juga global. Ketika krisis serupa melanda negara lain, seperti yang terlihat dengan resesi yang dipicu oleh pandemi COVID-19, dampaknya terasa di seluruh dunia. Hal ini memengaruhi daya saing ekonomi Indonesia di pasar internasional. Oleh karena itu, langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah tidak hanya berdampak dalam negeri, tetapi juga harus memperhatikan situasi global yang dinamis.

Ketika program pemulihan ekonomi mulai dijalankan, biasanya muncul harapan baru dalam masyarakat. Namun, semakin lama proses pemulihan berlangsung, semakin besar pula risiko kekecewaan jika janji yang dibuat tidak terpenuhi. Sebuah upaya untuk mengevaluasi efek dari berbagai kebijakan ekonomi yang dipromosikan oleh pemerintah pun penting untuk dilakukan. Dalam banyak kasus, kebijakan ekonomi yang diusulkan dianggap sebagai respons yang lamban terhadap kebutuhan mendesak masyarakat yang tertekan oleh resesi.

Di tengah kekhawatiran dan ketidakpastian, retorika yang dikeluarkan oleh politisi sering kali tidak sejalan dengan tindakan nyata. Hal ini menciptakan jarak antara harapan rakyat dengan realita. Pada akhirnya, pertumbuhan ekonomi bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga melibatkan partisipasi aktif masyarakat dan sektor swasta. Dalam upaya untuk mengatasi resesi dan merangsang pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, sinergi antara semua elemen ini sangatlah penting.

Resesi adalah tantangan besar yang membutuhkan pendekatan strategis dan realistis, bukan hanya sekadar janji politik yang menggugah emosi. Dalam menghadapi situasi sulit ini, masyarakat perlu bijak dalam menilai janji politik yang diberi dan tidak terjebak dalam retorika yang manis belaka.
 
Copyright © Tampang.com
All rights reserved