Sumber foto: Google

Relaksasi TKDN Khusus Produk AS: Strategi Diam-diam Indonesia Hadapi Tarif 'Gila' dari Trump

Tanggal: 15 Apr 2025 05:36 wib.
Pemerintah Indonesia mengambil langkah strategis dalam menghadapi tekanan tarif tinggi dari Amerika Serikat, dengan memberikan relaksasi kewajiban Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) khusus untuk produk teknologi asal Negeri Paman Sam. Kebijakan ini menjadi bagian dari paket negosiasi dagang penting yang akan dibahas dalam pertemuan bilateral antara Indonesia dan Amerika Serikat di Washington DC pada 16-23 April 2025.

Langkah ini muncul sebagai respons atas tarif 32% yang diterapkan Presiden AS Donald Trump terhadap produk Indonesia, yang dianggap terlalu memberatkan dan berisiko mengganggu arus perdagangan dua negara. Pemerintah Indonesia berharap dengan memberi kelonggaran di sektor tertentu, jalur negosiasi akan lebih cair dan menguntungkan kedua belah pihak.

Fokus pada Produk Teknologi dan Komunikasi

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menjelaskan bahwa kebijakan relaksasi TKDN ini hanya berlaku untuk produk dari sektor industri teknologi, informasi, dan komunikasi (ICT) yang berasal dari Amerika Serikat. Artinya, relaksasi ini tidak berlaku untuk semua produk impor, dan tidak menyasar barang dari negara lain.

"Relaksasi TKDN ini terbatas hanya pada barang-barang dari sektor ICT yang berasal dari AS," kata Airlangga dalam konferensi pers di Jakarta Pusat, Senin (14/4/2025).

Langkah ini diambil sebagai bentuk kompromi untuk menyeimbangkan neraca perdagangan yang selama ini dikeluhkan Amerika Serikat, terutama oleh pemerintahan Trump yang sangat vokal terhadap defisit perdagangan negaranya.

Tidak Berlaku untuk Semua Negara dan Produk

Penegasan yang sama juga disampaikan oleh Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala BKPM, Todotua Pasaribu. Ia menyatakan bahwa relaksasi tersebut bukan kebijakan umum, melainkan hanya untuk barang tertentu dari Amerika Serikat yang berkaitan dengan ICT. Hal ini penting untuk menjaga persepsi positif dari investor dan pelaku industri dari negara lain, agar mereka tidak merasa dirugikan atau dianaktirikan.

"Relaksasi ini tidak bersifat menyeluruh. Ini hanya untuk AS, khususnya untuk barang ICT. Bukan berarti produk dari negara lain bisa masuk tanpa memenuhi ketentuan TKDN," tegas Todotua.

Ia juga menyebut bahwa perusahaan dari negara lain, seperti Tiongkok, Korea Selatan, atau Jepang yang sudah lama beroperasi di Indonesia dan memenuhi ketentuan TKDN sebesar 35% untuk produk seperti handphone, komputer genggam, dan tablet (HKT), tidak perlu khawatir akan terpinggirkan.

Todotua menambahkan bahwa jika pun relaksasi ini berdampak secara fiskal, pemerintah masih memiliki instrumen kompensasi lain, seperti ekstensifikasi fiskal atau pengaturan insentif untuk memastikan iklim investasi tetap kondusif.

Strategi Taktis untuk Negosiasi Perdagangan

Langkah relaksasi TKDN ini bukan satu-satunya kartu yang dimainkan pemerintah dalam menghadapi tekanan tarif dari Trump. Pemerintah juga sedang mempersiapkan paket deregulasi kebijakan perdagangan internasional dengan Amerika Serikat, yang bertujuan menciptakan iklim dagang yang lebih fleksibel dan saling menguntungkan.

Selain itu, pemerintah Indonesia juga siap melakukan peningkatan signifikan dalam pembelian barang-barang asal AS, dengan nilai yang diproyeksikan mencapai US$ 18 hingga US$ 19 miliar. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya konkret untuk mengurangi defisit perdagangan yang selama ini menjadi alasan utama AS menerapkan tarif tinggi terhadap produk Indonesia.

Sekretaris Kemenko Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, menyatakan bahwa nilai pembelian tersebut sudah disesuaikan agar mencerminkan upaya nyata Indonesia dalam menyeimbangkan neraca perdagangan kedua negara.

“Intinya kita mencoba menyeimbangkan defisit neraca perdagangan melalui peningkatan pembelian barang dari AS,” ujar Susiwijono.

Dampak Jangka Panjang dan Tantangan

Meski kebijakan ini bersifat terbatas, relaksasi TKDN tentu menimbulkan diskusi hangat di kalangan pelaku industri. Beberapa pihak, termasuk dari sektor kendaraan listrik, menyuarakan kekhawatiran akan dampaknya terhadap upaya membangun industri lokal berbasis komponen dalam negeri.

Namun di sisi lain, langkah ini dianggap sebagai jalan tengah diplomatik yang cerdas. Pemerintah dinilai mampu menjaga kepentingan jangka panjang industri nasional, sambil tetap membuka ruang negosiasi yang dapat menurunkan tekanan tarif dari AS.

Perlu diingat bahwa strategi seperti ini sangat kontekstual dan sementara. Jika relaksasi berhasil membuka jalan negosiasi tarif, Indonesia justru bisa memperoleh posisi tawar yang lebih kuat dalam diskusi-diskusi perdagangan selanjutnya.

Penutup: Diplomasi Ekonomi di Era Ketidakpastian

Relaksasi TKDN ini adalah salah satu contoh nyata bagaimana diplomasi ekonomi dijalankan di era globalisasi yang dinamis. Pemerintah Indonesia menunjukkan bahwa mereka tidak hanya pasif menerima tekanan dagang dari negara besar, tetapi aktif mencari solusi yang strategis, selektif, dan berbasis kepentingan nasional.

Meskipun kebijakan ini masih menuai pro dan kontra, satu hal yang pasti: Indonesia sedang memainkan peran penting dalam percaturan perdagangan internasional. Dan kita semua sedang menyaksikan bagaimana strategi halus, seperti relaksasi TKDN terbatas, bisa menjadi senjata ampuh dalam diplomasi dagang global.

Kita tunggu hasil dari negosiasi di Washington DC. Akankah Trump luluh? Atau justru langkah ini menjadi awal dari strategi dagang baru Indonesia? Menarik untuk diikuti.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved