Raja E-Commerce China Terguncang: Temu Diblokir, Laba PDD Holdings Anjlok, Ada Apa?
Tanggal: 1 Jun 2025 10:29 wib.
PDD Holdings, perusahaan induk dari platform e-commerce Temu dan raksasa digital asal China, tengah menghadapi masa-masa sulit di tengah gejolak pasar global. Dalam laporan keuangan terbaru, perusahaan ini mencatat penurunan signifikan pada laba bersih mereka, sekaligus menyaksikan harga saham yang ikut terperosok. Kombinasi dari tekanan ekonomi domestik dan konflik perdagangan internasional menjadi faktor utama yang membebani kinerja PDD.
Penurunan Laba yang Tajam di Kuartal Pertama
Pada kuartal pertama 2025, PDD Holdings melaporkan penurunan laba bersih sebesar 47 persen, dari sebelumnya 27,8 miliar yuan menjadi hanya 14,74 miliar yuan atau setara dengan Rp 33,3 triliun. Penurunan drastis ini menunjukkan adanya tekanan berat yang dihadapi oleh perusahaan, terutama dari dalam negeri yang kompetisinya semakin ketat.
Menurut Bo Pei, analis dari US Tiger Securities, perlambatan konsumsi masyarakat di China dan meningkatnya persaingan antar platform e-commerce telah menjadi beban tersendiri bagi pertumbuhan perusahaan. Selain itu, ketegangan perdagangan global juga semakin memperkeruh situasi, menciptakan ketidakpastian yang menyulitkan ekspansi bisnis secara internasional.
Persaingan Ketat di Dalam Negeri
PDD Holdings harus berjibaku melawan dua raksasa e-commerce lainnya di China, yaitu Alibaba dan JD.com. Kompetisi yang begitu sengit ini memicu perang harga di antara para pemain besar demi menarik perhatian konsumen. Praktik diskon besar-besaran dan strategi promosi agresif kian menekan margin keuntungan.
Namun, bukan hanya PDD yang merasakan dampaknya. Alibaba pun melaporkan pendapatan kuartalan yang di bawah ekspektasi analis. Sementara itu, JD.com mencatat kinerja yang sedikit lebih baik, berkat inisiatif tukar tambah yang memberikan nilai tambah bagi konsumennya.
Temu dan Tantangan di Pasar Internasional
Nasib kurang baik juga dialami oleh Temu, anak perusahaan PDD yang kini terkena imbas dari konflik dagang antara Amerika Serikat dan China. Temu bahkan telah diblokir di Indonesia, menambah deretan tantangan yang dihadapi platform ini secara global. Perang dagang yang kembali memanas membuat eksistensi Temu terguncang. Selama 90 hari terakhir, ketegangan antara dua negara adidaya tersebut menyebabkan ketidakpastian yang signifikan terhadap operasi Temu di pasar internasional.
Chen Lei, Chairman sekaligus Co-CEO PDD Holdings, mengakui bahwa perubahan drastis pada kebijakan eksternal, khususnya tarif, telah memberikan tekanan besar terhadap para pedagang yang menjajakan produknya melalui platform Temu. Ketidakpastian ini membuat banyak merchant mengalami kesulitan dalam menjalankan bisnis secara berkelanjutan.
Kebijakan Perdagangan yang Mempersulit Pedagang
Salah satu dampak nyata dari perang dagang tersebut adalah dihapusnya secara mandiri sejumlah produk dari merchant asal China di Temu. Aplikasi e-commerce itu kini hanya menampilkan produk yang dijual langsung di Amerika Serikat atau yang tidak terkena tarif baru yang diberlakukan oleh Presiden Donald Trump pada bulan sebelumnya.
Meski begitu, tak lama kemudian pemerintah AS memberikan sedikit kelonggaran. Trump memutuskan memangkas tarif pada kategori barang 'de minimis' dari 120% menjadi 54%. Tarif ini berlaku untuk produk dengan nilai minimum sebesar US$100 atau sekitar Rp 1,6 juta.
Sebagai informasi, ‘de minimis’ adalah kategori barang berukuran kecil dan bernilai rendah yang biasanya dikirim ke Amerika Serikat melalui layanan pos. Sebelum perang dagang meletus kembali, barang-barang dalam kategori ini dibebaskan dari bea masuk selama harganya tidak melebihi US$800 atau sekitar Rp 13 juta. Namun dengan kebijakan baru yang lebih ketat, para pedagang harus memikirkan ulang strategi logistik dan harga jual mereka untuk tetap bersaing di pasar AS.
Efek Domino ke Seluruh Ekosistem
Kondisi ini bukan hanya mempengaruhi kinerja perusahaan secara keseluruhan, tapi juga berdampak langsung pada para pelaku usaha kecil dan menengah yang menggantungkan penjualannya melalui platform Temu. Ketidakpastian kebijakan, naik-turunnya tarif, dan perubahan regulasi membuat mereka harus lebih adaptif, sekaligus mencari alternatif saluran distribusi untuk tetap bertahan.
Penurunan laba dan tekanan dari berbagai sisi ini menjadi sinyal bahwa bahkan perusahaan teknologi besar seperti PDD Holdings pun tidak kebal terhadap tekanan ekonomi dan politik global. Mereka harus terus berinovasi dan mencari jalan keluar agar bisa mempertahankan posisi di pasar yang sangat kompetitif, baik secara lokal maupun global.
Apa Langkah Selanjutnya?
Untuk keluar dari tekanan ini, PDD Holdings perlu mempertimbangkan langkah-langkah strategis, seperti ekspansi ke pasar baru, diversifikasi model bisnis, hingga menjalin kerja sama yang lebih adaptif dengan pemerintah dan regulator di berbagai negara. Tanpa langkah konkret, perusahaan bisa saja kehilangan pangsa pasar dan kepercayaan investor dalam jangka panjang.
Selain itu, peningkatan transparansi, efisiensi operasional, serta pemanfaatan teknologi untuk memotong biaya dan meningkatkan pengalaman pengguna menjadi kunci utama dalam menghadapi tantangan di masa depan.