Prospek Penurunan Suku Bunga AS, Tensi Geopolitik Dorong Harga Emas
Tanggal: 31 Jul 2024 20:48 wib.
Harga emas kembali mendapatkan perhatian di tengah ekspektasi penurunan suku bunga Amerika Serikat (AS) pada bulan September dan karena meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah. Harga emas spot naik sebesar 0,5% menjadi US$2.397,65 (atau setara dengan Rp 39,07 juta) per ons pada hari Senin (29/7). Sementara itu, harga kontrak emas berjangka AS juga mengalami kenaikan sebesar 0,7%, mencapai titik US$2.396,70 (atau setara dengan Rp 39,05 juta) per ons.
Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) Bank Sentral AS direncanakan akan mengadakan pertemuan pada tanggal 30-31 Juli mendatang, dan diprediksi akan mempertahankan suku bunga acuannya di kisaran 5,25%-5,50%. Namun, data pekerjaan AS yang menunjukkan penurunan di bulan Juni, ditambah dengan komentar dari pejabat tinggi The Fed, telah mendorong pasar suku bunga berjangka untuk sepenuhnya memperhitungkan penurunan suku bunga sebesar 25 basis poin yang diantisipasi akan terjadi pada bulan September.
Menurut laporan Reuters, logam mulia secara historis terkenal dengan stabilitasnya sebagai lindung nilai terhadap risiko geopolitik dan ekonomi, dan tumbuh subur di lingkungan dengan tingkat suku bunga yang rendah. Hal ini memberikan pijakan bahwa aksi-aksi geopolitik di dunia internasional dapat mendorong naiknya harga emas.
Dari sisi geopolitik, kabinet keamanan Israel memberikan kekuasaan kepada pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk menentukan "cara dan waktu" dalam menanggapi serangan roket di Dataran Tinggi Golan yang diduduki oleh Israel. Serangan ini menewaskan 12 remaja dan anak-anak. Israel dan AS menuduh kelompok bersenjata Hizbullah dari Lebanon sebagai pelaku di balik serangan tersebut.
Para pelaku pasar saat ini tengah menantikan laporan ketenagakerjaan nasional dan laporan upah di sektor non-pertanian (non-farm payroll) AS yang dijadwalkan akan dirilis dalam minggu ini.
Di sisi lain, premi emas di India melonjak ke level tertinggi dalam satu dekade terakhir minggu lalu, setelah pemerintah India memotong bea impor emas untuk menurunkan harga di pasar domestik, yang kemudian memicu lonjakan permintaan.
Menurut proyeksi dari JP Morgan, harga emas diprediksi akan terus mencapai level tertinggi baru hingga tahun 2024 karena berbagai faktor, seperti meningkatnya risiko geopolitik dan proyeksi suku bunga, hingga kekhawatiran terkait defisit anggaran, lindung nilai inflasi, dan pembelian mata uang oleh bank sentral.
Reli harga emas dalam periode ini sebagian didorong oleh ekspektasi pasar terkait tindakan pemotongan suku bunga yang diprediksi akan dilakukan oleh Federal Reserve (The Fed) sebanyak tiga kali pada tahun 2024. Namun, saat ini proyeksi menunjukkan hanya akan terjadi satu penurunan suku bunga selama sisanya tahun 2024.
Penggerak lainnya adalah kecenderungan yang menunjukkan para pemilik emas fisik enggan menjual emas tersebut. Mereka menolak menjual emas batangan, meskipun terjadi reli besar, dan hal ini menegaskan bahwa faktor pendorong bullish emas ini jauh lebih dari sekadar imbal hasil riil AS.