Prospek Dan Strategi Saham BUMI: Langkah Cerdas Menuju Pertumbuhan 2026?

Tanggal: 30 Jun 2025 10:50 wib.
PT Bumi Resources Tbk (BUMI), yang berada di bawah naungan Grup Bakrie, diperkirakan akan mengalami lompatan signifikan dalam kinerjanya mulai tahun 2026 mendatang. Analis Sucor Sekuritas, Yoga Ahmad Ghifari, memprediksi bahwa laba bersih perusahaan akan meningkat hingga 14% secara tahunan, mencapai angka sekitar US$ 72 juta atau setara dengan Rp 1,17 triliun. 

Proyeksi positif ini didorong oleh stabilnya harga batu bara di pasar global dan penurunan biaya bahan bakar yang diharapkan dapat memperluas margin keuntungan perusahaan. Yoga mengemukakan dalam laporannya bahwa keuntungan penuh dari penurunan tarif royalti Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) akan lebih jelas, yang sekaligus mendorong pemulihan margin secara lebih kuat. 

Akan tetapi, sebelum mengalami kenaikan tersebut, laba bersih BUMI diperkirakan akan mengalami penurunan pada tahun 2025. Menurut Sucor Sekuritas, laba bersih pada tahun tersebut akan turun tipis menjadi sekitar US$ 66 juta, atau sekitar Rp 1,07 triliun. Penurunan ini didasarkan pada turunnya harga jual rata-rata (average selling price/ASP) batu bara di dua anak usahanya, yaitu Kaltim Prima Coal (KPC) dan Arutmin Indonesia. Sucor Sekuritas menggunakan asumsi konservatif pada proyeksi ASP, yang diperkirakan menjadi US$ 68 per ton untuk KPC dan US$ 55 per ton untuk Arutmin.

Di sisi lain, biaya tunai untuk KPC diperkirakan mencapai US$ 60 per ton, sedangkan untuk Arutmin diprediksi sebesar US$ 49 per ton. Kombinasi antara penurunan ASP dan tingginya biaya produksi ini diperkirakan akan menyusutkan margin keuntungan BUMI. 

Sebagai contoh, laporan keuangan kuartal pertama 2025 menunjukkan bahwa BUMI mencatatkan laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar US$ 17,9 juta atau sekitar Rp 297,9 miliar, turun 3,6% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Pada kuartal pertama 2025, laba bersih mencapai US$ 17,8 juta, sedangkan pendapatan total perusahaan adalah US$ 348,7 juta, mengalami kenaikan 12,14% dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya.

BUMI juga aktif melakukan akuisisi aset bauksit di Indonesia, yang akan diikuti dengan pembangunan pabrik pengolahan alumina. Proses akuisisi ini diperkirakan rampung tahun ini dan kini sedang dalam tahap due diligence. Pabrik pengolahan alumina ini diprediksi bakal beroperasi sekitar pertengahan tahun 2028, dengan produksi bauksit awal diproyeksikan mencapai 1 juta ton per tahun dan meningkat menjadi 3 juta ton per tahun setelah pabrik selesai dibangun. Total biaya modal untuk proyek ini diperkirakan mencapai sekitar US$ 1,5 miliar.

Yoga mengungkapkan keyakinan bahwa dua langkah akuisisi ini dapat meningkatkan profitabilitas BUMI dan mendorong perbaikan kinerja keuangan. Dia juga merekomendasikan beli saham BUMI dengan target harga di angka Rp 160 per saham, menggunakan metode Discounted Cash Flow (DCF) dengan asumsi WACC sebesar 11,2%. Menurut Yoga, saat ini BUMI tengah berada dalam fase transformasi jangka panjang, dengan fokus strategi diversifikasi bisnis ke sektor-sektor di luar batu bara termal.

Meskipun demikian, BUMI tetap berkomitmen untuk menjaga kestabilan produksi dari dua tambang utamanya, yakni Kaltim Prima Coal (KPC) dan Arutmin Indonesia (AI). Sucor Sekuritas mengamati bahwa strategi ini dapat menciptakan keseimbangan antara pertumbuhan jangka panjang dan ketahanan operasional dalam jangka pendek. 

Dengan rencana ambisius untuk menghasilkan 50% dari EBITDA-nya dari segmen non-batu bara pada tahun 2030, didukung oleh potensi akuisisi di sektor emas dan alumina serta pengembangan gasifikasi batu bara dan tembaga, langkah tersebut mencerminkan janji masa depan yang diharapkan bagi perusahaan.

Dari segi prasyarat produksi, Sucor Sekuritas menilai BUMI masih merupakan produsen batu bara terbesar di Indonesia, dengan proyeksi produksi stabil sebesar 80 juta ton per tahun. Didukung oleh cadangan yang mencapai 940 juta ton dan sumber daya sebesar 4,5 miliar ton, KPC dan Arutmin diprediksi dapat mempertahankan tingkat produksi gabungan antara 79 hingga 81 juta ton dalam tiga tahun ke depan. 

Keunggulan infrastruktur dan efisiensi biaya di kedua tambang tersebut serta penerapan skema royalti IUPK baru, yang menurunkan tarif royalti dari 28% menjadi 19%, juga akan sangat berkontribusi terhadap peningkatan profitabilitas dan margin perusahaan. Sucor Sekuritas optimis bahwa BUMI akan terus mempertahankan tingkat produksi dalam kisaran 79 hingga 81 juta ton per tahun, termasuk 55 juta ton dari KPC dan 25 juta ton dari Arutmin. 

Melihat ke depan, BUMI berencana untuk meningkatkan efisiensi biaya melalui pengurangan rasio pengupasan seiring dengan penurunan harga batu bara yang sedang berlangsung. Selain itu, BUMI membuka peluang untuk melakukan kolaborasi dalam perdagangan batu bara dengan tambang-tambang terdekat, dengan Ithaca Resources sebagai salah satu kandidat potensial. 

Inisiatif non-batu bara yang dijalankan BUMI juga dianggap sebagai katalis utama untuk re-rating perusahaan. Dengan akuisisi aset pertambangan emas di Australia yang berpotensi memproduksi 100.000 ons per tahun dan Internal Rate of Return (IRR) 33%, serta konsesi bauksit di Indonesia, langkah-langkah ini menunjukkan titik balik strategis menuju aset yang lebih menguntungkan dan berjangka panjang.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved