Produk Impor Membanjiri Pasar, UMKM Lokal Kian Tersisih!
Tanggal: 11 Mei 2025 09:49 wib.
Tampang.com | Para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia kian kesulitan bertahan di tengah maraknya produk impor murah, khususnya dari China, yang membanjiri pasar online maupun offline. Ketimpangan harga dan skala produksi membuat banyak produk lokal kalah bersaing, memicu kegelisahan pelaku usaha kecil yang menopang sebagian besar ekonomi rakyat.
Harga Produk Impor Terlalu Murah, UMKM Tak Mampu Saingi
Banyak konsumen tergiur produk impor yang dijual dengan harga sangat rendah, bahkan di bawah biaya produksi lokal. Hal ini membuat produk kerajinan, pakaian, dan perlengkapan rumah tangga buatan UMKM tersingkir dari etalase marketplace dan rak toko.
“Produk saya kalah di harga. Konsumen bilang lebih murah beli dari luar negeri. Padahal ongkir dari China saja bisa lebih murah dari ongkir antar kota di Indonesia,” ujar Nuraini, pengusaha konveksi rumahan di Bandung.
Platform E-Commerce Dinilai Tidak Adil pada Produk Lokal
Pelaku UMKM juga menyoroti algoritma dan promosi di platform e-commerce yang cenderung mengutamakan produk impor. Penjual asing diberi banyak insentif seperti bebas pajak dan subsidi ongkir, sedangkan pelaku lokal justru harus bersaing dengan beban logistik dan pajak yang tinggi.
“Marketplace besar itu lebih menguntungkan penjual luar. Kami hanya jadi pelengkap,” keluh Fadli, pengrajin rotan asal Solo.
Kebijakan Perlindungan Masih Lemah dan Terlambat
Meski pemerintah telah mewacanakan pembatasan produk impor di platform digital, realisasinya masih minim. Sementara itu, pelaku UMKM terus berguguran akibat tidak sanggup bertahan dalam iklim dagang yang timpang.
“Selama belum ada pembatasan konkret dan insentif nyata bagi UMKM, pasar kita akan dikuasai asing,” tegas Diah Kartika, pengamat ekonomi kerakyatan dari LPEM UI.
Solusi: Regulasi Ketat dan Insentif Nyata bagi UMKM
Pemerintah didesak untuk memberlakukan pembatasan impor berbasis harga minimum, mengatur platform e-commerce agar lebih adil, serta memberikan dukungan logistik dan promosi untuk UMKM.
“Kalau UMKM terus dibiarkan kalah, kita bisa kehilangan pilar ekonomi kerakyatan,” tutup Diah.