Sumber foto: Unsplash

Pengusaha Keluhkan Hidup Kelas Menengah di RI yang Semakin Berat

Tanggal: 1 Agu 2024 16:15 wib.
Kalangan pengusaha di Indonesia turut merasakan dampak melemahnya daya beli kelas menengah di tanah air. Mereka mengakui bahwa hidup sebagai kelas menengah di Indonesia kini dirasakan sebagai beban yang cukup berat. Anggana Bunawan, Wakil Ketua Komite Tetap Kebijakan Fiskal & Publik Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, mengungkapkan bahwa dunia usaha turut memperhatikan pelemahan daya beli masyarakat dan menyadari bahwa kondisi tersebut akan berimbas pada perekonomian.

Anggana menekankan bahwa konsumsi dalam negeri merupakan salah satu sumber pertumbuhan yang paling produktif di Indonesia, dengan mayoritas konsumen berasal dari kelas menengah. Kendati demikian, kelas menengah dihantam oleh berbagai masalah selama pandemi Covid-19 dan peristiwa-peristiwa yang menyusul belakangan. Mereka tidak termasuk dalam golongan yang mendapatkan bantuan sosial, sehingga kondisi ekonominya amat terpengaruh.

Selain itu, faktor eksternal dan internal turut berpengaruh pada daya beli masyarakat yang tergerus. Harga pangan yang melonjak tinggi di dalam negeri telah mengurangi kemampuan belanja kelompok ini. Di samping itu, suku bunga yang tinggi juga membuat uang mereka terkuras untuk membayar kredit, sehingga mengurangi daya beli mereka.

Tidak hanya terkait dengan konsumsi, kelas menengah juga mengalami kesulitan dalam mencari pekerjaan. Banyaknya otomatisasi di berbagai sektor lapangan kerja membuat para kelas menengah kurang percaya diri dengan kemampuannya mencari pekerjaan yang lebih baik. Hal ini menciptakan kekhawatiran akan keberlangsungan pekerjaan mereka dan membuat mereka lebih berhati-hati dalam mengkonsumsi barang.

Menurut sejumlah data dari ekonom, terjadi penurunan proporsi kelas menengah di Indonesia setelah pandemi Covid-19. Pada tahun 2019, proporsi kelas menengah masih mencapai 21% dari populasi, namun turun menjadi 17% pada tahun 2023. Terjadi pula peningkatan dalam jumlah masyarakat yang masuk kelompok aspiring middle class (AMC) atau calon kelas menengah, serta kelas rentan. Hal ini diduga terjadi karena banyak warga kelas menengah yang terdampak dan jatuh miskin akibat dinamika yang terjadi selama pandemi Covid-19.

Dalam hal ini, Asosiasi Pengelola Pusat Perbelanjaan Indonesia (APPBI) meminta pemerintah menunda penerapan PPN 12% pada 2025 dan program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang mulai efektif berlaku pada 2027. Alphonzus Widjaja, Ketua Umum APPBI, meyakini bahwa kebijakan-kebijakan tersebut akan memberikan efek domino bagi perekonomian. Oleh karena itu, pengusaha dan konsumen secara bersama-sama akan terpukul oleh kebijakan tersebut.

Dampak dari pandemi Covid-19 memang sangat terasa pada kelas menengah di Indonesia. Banyak kalangan pengusaha menyoroti situasi ini dan berharap agar pemerintah dapat mempertimbangkan dampak kebijakan-kebijakan ekonomi pada kelompok ini. Hal ini menunjukkan bahwa penyelenggaraan kebijakan ekonomi yang tepat sangat diperlukan untuk menjaga daya beli dan kesejahteraan kelas menengah di negara ini.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved