Pendapatan Anjlok, PDD Holdings Raja E-Commerce China Mulai Goyah
Tanggal: 24 Nov 2024 10:13 wib.
PDD Holdings, perusahaan pembuat aplikasi Temu, mengalami penurunan pendapatan yang signifikan. Meskipun menawarkan layanan berbelanja dengan harga murah, hal tersebut belum mampu menarik banyak konsumen untuk menghabiskan uangnya di platform tersebut. Temu dikenal sebagai layanan yang menjual barang dengan harga yang sangat murah, yang menjadikannya mendapatkan popularitas yang pesat.
PDD Holdings, yang juga pemilik Temu dan Pinduoduo, sebelumnya dikenal sebagai raja e-commerce China. Namun, laporan terbaru menunjukkan kinerja perusahaan tidak sebaik yang diharapkan. Dalam laporan dari Reuters, PDD Holdings tidak berhasil memenuhi perkiraan pasar untuk pendapatan dan laba pada kuartal ketiga.
Meskipun pendapatan perusahaan mengalami lonjakan sebesar 44% pada kuartal yang berakhir pada 30 September 2024, dengan jumlah mencapai 99,35 miliar yuan (Rp 217,8 triliun), namun angka tersebut tetap di bawah perkiraan 17 analis dalam LSEG yang seharusnya mencapai 102,65 miliar yuan (Rp 225 triliun), seperti yang dikutip dari Reuters pada Jumat (22/11/2024).
Sementara itu, penghasilan bersih dilaporkan sebesar 24,98 miliar yuan (Rp 54,7 triliun), naik dari angka 15,54 miliar yuan (Rp 34 triliun) pada tahun sebelumnya. PDD juga melaporkan laba yang disesuaikan sebesar 18,59 yuan (Rp 40.700) per saham, lebih rendah dari estimasi semula sebesar 19,79 yuan (Rp 43.400) per saham. Dalam menghadapi situasi ini, eksekutif perusahaan telah mengumumkan penerapan sejumlah kebijakan pengurangan biaya dan dukungan pedagang.
Tidak hanya itu, kehilangan pendapatan telah terjadi pada kuartal kedua. Saham PDD juga mengalami penurunan terbesar, yang menyebabkan kapitalisasi pasar perusahaan menghilang hampir sebesar US$55 miliar (Rp 874,2 triliun).
Selain itu, pemerintah Indonesia juga telah mengambil langkah untuk melarang aplikasi tersebut beroperasi di dalam negeri dan telah diblokir. Hal ini dikarenakan harganya yang mirip dengan produk-produk lokal, yang berpotensi mengganggu keberlangsungan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di tanah air.
Terlepas dari alasan di balik penurunan pendapatan dan dampak larangan aplikasi di beberapa negara, perusahaan perlu mengambil tindakan yang tepat untuk mengatasi situasi ini. Dengan demikian, langkah-langkah strategis dan inovatif perlu diambil untuk mendongkrak kembali pendapatan dan reputasi perusahaan di pasar e-commerce, terutama di China dan Indonesia.