Sumber foto: Google

Pemerintah Bongkar Sistem Subsidi Pupuk: Petani ‘Dibantu’, Industri Tetap Untung?

Tanggal: 20 Des 2025 23:10 wib.
Jakarta — Pemerintah Republik Indonesia resmi mengubah tata kelola subsidi pupuk bersubsidi melalui terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 113 Tahun 2025, yang merupakan revisi dari Perpres sebelumnya. Langkah ini dianggap oleh PT Pupuk Indonesia (Persero) sebagai titik balik besar dalam upaya memperbaiki efisiensi industri pupuk nasional yang selama ini dianggap boros dan tidak berkelanjutan. Liputan6

Perubahan ini diharapkan bukan sekadar mengganti aturan, tetapi menjadi momentum untuk memperkuat ketahanan pangan nasional sekaligus memastikan keberlanjutan usaha produsen pupuk dalam jangka panjang. Regulasi baru ini memberi kerangka kebijakan yang lebih adaptif bagi pelaksanaan subsidi pupuk sekaligus membuka ruang bagi peningkatan efisiensi, modernisasi industri, dan penguatan rantai pasok bahan baku. Liputan6

Sistem Lama Ditinggalkan, Industri Dipaksa Efisien

Selama bertahuntahun, skema subsidi pupuk di Indonesia menggunakan mekanisme cost plus, di mana semua biaya produksi, termasuk pemborosan, langsung dibebankan kepada negara. Hal ini membuat biaya produksi pupuk, terutama urea, menjadi sangat tinggi karena sejumlah fasilitas produksi di dalam negeri terutama pabrikpabrik tua sangat boros dalam menggunakan bahan baku utama seperti gas. Misalnya saja, salah satu pabrik masih membutuhkan sekitar 54 MMBTU gas untuk memproduksi satu ton urea, jauh di atas standar global di kisaran 23–25 MMBTU per ton. Liputan6

Dalam Perpres 113/2025, pemerintah kini meninggalkan skema lama itu dan menggantinya dengan mekanisme markedtomarket (MTM). Skema baru ini secara langsung mendorong produsen pupuk untuk mengendalikan biaya produksi, karena subsidi tidak otomatis menutupi seluruh biaya yang dikeluarkan. Akibatnya, efisiensi dan disiplin biaya menjadi kunci utama agar produsen tetap bisa beroperasi dan menghasilkan pupuk dalam jumlah cukup serta harga lebih kompetitif. Liputan6

Yehezkiel Adiperwira, Sekretaris Perusahaan PT Pupuk Indonesia, menyatakan bahwa kebijakan baru ini memperkuat arah transformasi strategis yang tengah dijalankan perusahaan. Transformasi itu menurutnya sudah dimulai beberapa tahun terakhir menyusul volatilitas harga bahan baku global yang membuat biaya operasional mereka tidak lagi sustainable tanpa perbaikan fundamental. Liputan6

Antara Harga Murah untuk Petani dan Tekanan pada Produsen

Pengaturan baru dalam Perpres 113/2025 diharapkan menjadi titik keseimbangan antara keterjangkauan harga pupuk bagi petani dan keberlanjutan industri pupuk nasional. Meski mekanisme subsidi berubah, pemerintah tetap menjaga Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi agar petani tetap mampu membeli pupuk dengan harga yang terjangkau. Liputan6

Namun, perubahan ini juga berarti produsen harus bekerja lebih efisien dan disiplin, serta melakukan perbaikan internal guna menekan biaya produksi. Salah satu langkah yang dijalankan oleh PT Pupuk Indonesia adalah mengoperasikan pabrik pada mode paling optimal, merombak proses produksi, serta mengamankan kontrak bahan baku jangka panjang yang lebih stabil. Liputan6

PT Pupuk Indonesia melalui unit usaha PT Pupuk Sriwidjaja Palembang bahkan menggandeng PT Kereta Api Indonesia (KAI) dalam distribusi pupuk bersubsidi untuk memastikan ketersediaan pupuk tepat waktu dan jumlahnya sesuai kebutuhan petani. Liputan6

Beban Subsidi Turun, Bunga Modal Kerja Pun Terpangkas

Selain itu, Perpres 113/2025 juga memberikan ruang gerak bagi kemampuan pendanaan perusahaan dengan mempercepat pembayaran subsidi untuk pengadaan bahan baku sebelum realisasi pengadaan, asalkan telah direview lembaga berwenang lebih dulu. Mekanisme ini disebut dapat menurunkan beban bunga modal kerja yang selama ini membebani perusahaan akibat pembayaran subsidi yang terlambat. Liputan6

Kombinasi kebijakan baru ini diharapkan akan membawa perubahan besar dalam tata kelola pupuk bersubsidi, yakni memastikan bahwa pupuk tersedia tepat waktu, tepat jumlah, dan tetap terjangkau bagi petani sambil menjaga akuntabilitas keuangan negara lebih baik. Liputan6

Reformasi yang Sudah Lama Dinanti

Perombakan ini datang di tengah tekanan publik serta rekomendasi berbagai pihak yang selama ini menyoroti lemahnya efisiensi di industri pupuk nasional. Laporan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebutkan adanya tantangan serius dalam efisiensi proses produksi pupuk bersubsidi sepanjang 2022 hingga semester I 2024, yang menjadi salah satu dasar evaluasi kebijakan ini. Analisa Daily

Bukan hanya itu, kebijakan pemerintah tahun ini juga sempat mereformasi distribusi pupuk bersubsidi, termasuk deregulasi mekanisme distribusi yang mempercepat aliran pupuk dari pabrik ke tangan petani, sekaligus mengurangi jalur birokrasi panjang yang selama ini dinilai memperlambat pasokan. indef.or.id

Risiko dan Tantangan ke Depan

Meski reformasi ini dipandang sebagai langkah positif, sejumlah ekonom dan pengamat kebijakan memperingatkan bahwa perubahan besar seperti ini membawa risiko tersendiri. Jika tidak disertai pengawasan ketat, skema MTM bisa membuka peluang distribusi yang tidak tersasar pada petani yang benarbenar membutuhkan, atau malah meningkatkan beban biaya bagi produsen jika harga bahan baku kembali melonjak.

Selain itu, perbaikan infrastruktur produksi dan distribusi, termasuk pembangunan pabrik baru yang lebih efisien, juga menjadi tantangan tersendiri agar ketersediaan pupuk nasional tidak terganggu. ANTARA News

Bukan Sekadar Reformasi, Tapi Ujian Nyata

Perubahan subsidi pupuk melalui Perpres 113/2025 bukan hanya sekadar pembaruan regulasi administratif tetapi juga ujian nyata bagi pemerintah, petani, dan industri pupuk. Harapannya, aturan baru ini bisa menyeimbangkan kebutuhan petani akan pupuk murah dengan dorongan efisiensi bagi produsen, serta memperkuat ketahanan pangan nasional sekaligus kewajaran fiskal negara di masa depan. Liputan6
Copyright © Tampang.com
All rights reserved