Pekerja Freelance Semakin Banyak, Regulasi Masih Minim dan Terlambat!
Tanggal: 17 Mei 2025 21:51 wib.
Tampang.com | Perubahan pola kerja pasca-pandemi membawa lonjakan besar pada jumlah pekerja freelance dan sektor gig economy. Namun di tengah maraknya peluang kerja fleksibel ini, muncul pertanyaan besar: di mana posisi perlindungan negara bagi mereka yang tidak memiliki status pekerja tetap?
Gig Economy Jadi Penyelamat, Tapi Tak Bebas Risiko
Platform digital seperti ojek online, jasa desain, penulisan, hingga pengantar makanan telah menciptakan banyak peluang. Tapi banyak dari mereka bekerja tanpa jaminan sosial, tanpa upah minimum, bahkan tanpa kejelasan hubungan kerja.
“Pekerjaan ada, tapi tanggung jawab negara atas kesejahteraan mereka masih abu-abu,” jelas Danu Arif, peneliti ketenagakerjaan dari Universitas Indonesia.
Regulasi Ketinggalan Zaman
UU Ketenagakerjaan masih fokus pada relasi formal antara pekerja dan pemberi kerja. Sementara freelance tidak punya struktur perlindungan formal, seperti asuransi kerja, cuti sakit, atau jaminan pensiun.
BPJS dan Status Pekerja Mandiri, Solusi Sementara?
Pemerintah menyarankan para pekerja lepas mendaftar sebagai peserta mandiri BPJS. Namun skema ini dinilai tidak menyelesaikan akar masalah: tidak adanya regulasi yang mengikat platform digital sebagai pihak pemberi kerja.
Desakan Regulasi Inklusif dan Fleksibel
Para ahli menilai sudah saatnya pemerintah membuat kerangka hukum baru yang mengakui pekerja freelance sebagai subjek perlindungan ketenagakerjaan, lengkap dengan hak dan kewajibannya.
“Jika tidak segera dibenahi, kita akan menciptakan generasi pekerja yang produktif tapi rentan,” tambah Danu.
Pekerjaan Fleksibel Bukan Alasan Negara Lepas Tangan
Fleksibilitas kerja tidak boleh jadi alasan absennya perlindungan. Apalagi, sektor freelance kini menjadi tulang punggung ekonomi digital di Indonesia.