Panen Raya Tapi Harga Beras Tak Turun, Rantai Distribusi Dipertanyakan!
Tanggal: 14 Mei 2025 20:13 wib.
Tampang.com | Meski Indonesia tengah memasuki masa panen raya di berbagai wilayah sentra produksi padi, harga beras—terutama jenis premium—belum juga mengalami penurunan signifikan. Masyarakat mempertanyakan mengapa ketersediaan meningkat, tetapi harga tetap tinggi di pasaran.
Harga Stabil di Atas Rp14 Ribu per Kilogram
Di sejumlah pasar tradisional Jabodetabek, harga beras premium bertahan di kisaran Rp14.500 hingga Rp15.000 per kilogram. Bahkan, di daerah yang dekat dengan sentra produksi pun, harga hanya turun tipis—sekitar Rp500 hingga Rp1.000 per kilogram dari bulan sebelumnya.
“Sudah panen raya, tapi harga tetap tinggi. Ini tidak wajar,” ungkap Lina, pedagang sembako di Pasar Cibinong.
Distribusi dan Rantai Pasok Jadi Sorotan
Para pengamat menduga masalah bukan pada produksi, melainkan pada distribusi dan rantai pasok yang panjang dan tidak efisien. Terlalu banyak perantara dalam proses dari petani ke konsumen menyebabkan harga di tingkat akhir tetap mahal, meski stok melimpah.
“Petani menjual Rp8.000, konsumen beli Rp15.000. Siapa yang ambil untung di tengahnya?” ujar Arif Budiman, pengamat pertanian dari INAGRITAS.
Ada Potensi Permainan Stok dan Kartel?
Kecurigaan masyarakat makin menguat ketika distribusi dari gudang Bulog dan jalur komersial swasta tampak tidak berjalan maksimal. Kelambatan suplai dan minimnya pengawasan distribusi beras rawan dimanfaatkan oleh oknum yang ingin mengatur pasokan agar harga tetap tinggi.
Solusi: Transparansi Distribusi dan Dukungan pada Petani
Pemerintah didesak untuk membuka data rantai pasok dan melakukan intervensi langsung jika ditemukan praktik manipulasi stok. Selain itu, pembentukan koperasi petani berbasis digital bisa memangkas jalur distribusi dan memberi nilai tambah langsung ke produsen.
“Kalau masalah ini dibiarkan, petani tetap miskin, konsumen tetap mahal, dan mafia pangan makin subur,” tegas Arif.